Search

Cermati Pemilu Sela di AS Sampai Penurunan Keyakinan Konsumen

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia bergerak berlawanan arah pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan obligasi pemerintah menguat, tetapi rupiah terdepresiasi di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). 

Kemarin, IHSG ditutup menguat 0,24% dan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun 5,3 basis poin (bps) sehingga harga instrumen ini melonjak 30,9 bps. Namun, rupiah malah melemah seharian dan berakhir dengan depresiasi 0,17% terhadap greenback. 

IHSG boleh dipuji karena menjadi salah satu bursa saham terbaik di Asia, yang mayoritas berkubang d zona merah. Indeks Nikkei 225 anjlok 1,55%, Hang Seng amblas 2,08%, Shanghai Composite turun 0,41%, Kospi jatuh 1,02%, Straits Times ambrol 1,79%, dan KLCI (Malaysia) terkoreksi 0,3%. Hanya PSEI (Filipina) yang memiliki performa lebih baik dibandingkan IHSG dengan penguatan mencapai 1,02%. 


Harga aset yang sudah di pasar saham dan obligasi Indonesia yang sudah murah sepertinya menggoda investor untuk melakukan aksi borong. Sejak awal November, IHSG memang sudah menguat 1,53%. Akan tetapi, penguatan itu belum ada apa-apanya karena IHSG sudah berkurang 6,85% sejak awal Oktober. 

Oleh karena itu, investor tidak tanggung-tanggung dalam memborong ekuitas di Indonesia, saham-saham kelas paus pun banyak dicari. Saham-saham yang banyak dibeli oleh investor asing di antaranya ASII (beli bersih Rp 199,46 miliar), BBCA (Rp 184,05 miliar), HMSP (Rp 101,48 miliar), TLKM (Rp 100,59 miliar), dan BBRI (Rp 85,6 miliar). 

Kemudian, keputusan keputusan yang tidak akan menaikkan cukai rokok tahun depan juga masih menjadi penopang saham emiten rokok, yakni HMSP (+2,89%) dan GGRM (+3,67%). Naiknya dua saham ini mampu melambungkan indeks saham konsumsi hingga 1,54%.

Begitu pula dengan pasar obligasi Indonesia. Betul bahwa yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun sudah amblas 33,2 bps sejak 26 Oktober. Namun selama awal Oktober hingga kemarin, yield masih melonjak 30,9 bps sehingga harga obligasi sebenarnya masih 'terbanting'. 


Selain itu, ada sentimen positif yaitu rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 yang sebesar 5,17%. Melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 5,27%, tetapi lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun CNBC yaitu 5,14%. 

Namun arus modal di pasar saham dan obligasi tidak mampu menyelamatkan rupiah. Sebab tarikan sentimen negatif dari luar ternyata lebih kuat. 


Pada pukul 16:33 WIB kemarin, seluruh mata uang Asia memang melemah tanpa terkecuali. Yen Jepang melemah 0,04%, yuan China minus 0,56%, won Korea Selatan terpangkas 0,6%, dolar Taiwan jatuh 0,4%, dolar Hong Kong berkurang 0,22%, rupee India terdepreiasi 0,83%, ringgit Malaysia defisit 0,31%, dolar Singapura terpeleset 0,1%, baht Thailand terperosok 0,4%, dan peso Filipina ambruk 0,34%. 

Berbagai sentimen membuat pilihan investor jatuh kepada dolar AS ketimbang mata uang Benua Kuning. Angka pengangguran AS pada Oktober 2018 memang masih bertahan di 3,7% tetapi penciptaan lapangan kerja mencapai 250.000. Jauh di atas konsensus pasar yang dihimpun Refinitiv yaitu 190.000, juga jauh melampaui angka bulan sebelumnya yaitu 118.000. 

Kemudian upah per jam rata-rata meningkat sebesar 0,2% secara bulanan (month-to-month/MtM) atau sebesar 3,1% secara tahunan. Peningkatan tahunan sebesar itu merupakan yang tercepat sejak tahun 2009. 

Artinya, perekonomian Negeri Adidaya masih kuat sehingga membuat The Federal Reserve/The Fed punya alasan untuk terus menerapkan kebijakan moneter ketat. Bulan ini, Federal Funds Rate diperkirakan tetap, tetapi akan naik pada Desember.   

Akibatnya, berinvestasi di AS akan semakin menguntungkan karena kenaikan suku bunga acuan akan ikut mengerek imbalan penanaman modal, terutama di instrumen berpendapatan tetap. Permintaan dolar AS akan tetap tinggi sehingga mata uang ini memang punya alasan untuk menguat. 

Kemudian dari eksternal, perang dagang AS vs China kembali menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping memang akan menggelar pertemuan di sela-sela KTT G20 di Buenos Aires (Argentina) akhir bulan ini. Namun bukan berarti pertemuan tersebut akan menelurkan hasil positif. 

Penasihat Ekonomi Gedung Putih Lawrence 'Larry' Kudlow mengingatkan masih ada risiko. Bahkan bukan tidak mungkin perundingan itu tidak menghasilkan apa-apa dan AS kembali menerapkan bea masuk baru bagi produk-produk made in China. 


Bensin dari data pertumbuhan ekonomi kurang tokcer mendorong rupiah. Tarikan sentimen negatif eksternal sepertinya lebih kuat sehingga rupiah pun tidak bisa bertahan dari sapuan penguatan dolar AS. 
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
(aji/aji)

Let's block ads! (Why?)

Baca Lagi Aje https://www.cnbcindonesia.com/market/20181106051435-17-40718/cermati-pemilu-sela-di-as-sampai-penurunan-keyakinan-konsumen

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Cermati Pemilu Sela di AS Sampai Penurunan Keyakinan Konsumen"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.