Para pemegang hak suara di Afganistan menghadapi sejumlah serangan mematikan ketika mengikuti pemilu parlemen yang telah dinantikan masyarakat negara itu selama bertahun-tahun.
Beberapa ledakan terjadi di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS), di berbagai kota di Afganistan. Akibatnya, puluhan orang tewas dan mengalami luka-luka.
Periode pemungutan suara pun diperpanjang karena penundaan yang berkaitan dengan serangan tersebut. Beberapa TPS tetap buka hingga Minggu (21/10).
Sementara itu, sistem verifikasi biometeri yang digunakan dalam pemilu ini memicu permasalahan teknis.
Kekerasan sebelum ini juga menganggu kampanye pemilu. Setidaknya 10 kandidat anggota parlemen terbunuh hingga periode pemungutan suara.
Taliban dan ISIS menyatakan tak akan membiarkan pemilu parlemen di Afganistan itu berlangsung mulus.
Lebih dari 2.500 calon anggota dewan, termasuk para perempuan, memperbutkan 250 kursi di parlemen. Pemilu digelar setelah penundaan hampir selama tiga tahun.
Seperti apa kekerasan yang terjadi?
Setidaknya 15 orang tewas akibat bom bunuh diri di Kabul.
Sekitar tiga orang dilaporkan tewas dan 30 orang lainnya terluka dalam insiden serangan di Kabul, menurut laporan AFP.
Merujuk kantor berita AP, dua polisi terluka saat hendak meredakan ledakan di dekat TPS di kawasan barat laut Kabul.
Tiga orang tewas dan 50 korban lainnya luka-luka di kota Kunduz, sementara dua orang lainnya tewas akibat ledakan di Nangarhar, demikian dilansir AFP.
Personel kepolisian turut menjadi sasaran serangan di Provinsi Ghor. Setidaknya empat polisi tewas akibat ledakan, walau terdapat catatan lain yang menyebut jumlah korban tewas mencapai 11 orang.
Kementerian Pertahanan mengerahkan 70 ribu personel untuk memastikan pemilu berlangsung aman. Namun hampir satu per tiga TPS tutup karena alasan keamanan.
Persoalan yang ada bukan hanya keamanan. Pemilu sebelum ini juga diwarnai korupsi dan suap. Terdapat penambahan jumlah suara, dua suara untuk satu pemilih, hingga intimidasi terhadap pemegang suara.
Mengapa pemilu ditunda?
Proses pemilihan di Provinsi Kandahar ditunda satu pekan setelah pembunuhan pejabat tinggi kepolisian, Jenderal Abdul Raziq, yang diduga dilakukan Taliban, Kamis lalu.
Penundaan pemilu juga terjadi di Provinsi Ghanzi.
Sabtu kemarin, persoalan teknis dan kelembagaan membuat pemungutan suara berhenti di beberapa TPS.
Terdapat permasalahan dalam peralatan registrasi pemegang hak suara yang berbasis teknologi biometri.
Di Provinsi Uruzgan, 15 orang dilaporkan tingkap saat berusaha merusak peralatan biometri yang menyebabkan penundaan tersebut.
Merujuk AFP, Komisi Pemilu Independen menyebut sebagian besar TPS buka hingga malam karena guru-guru yang dipekerjakan untuk supervisi proses pemungutan suara datang terlambat.
Meski begitu, komisi itu menganggap tingkat kehadiran pemilih cukup memuaskan.
Terlihat antrean panjang di sejumlah TPS. Salah seorang pemilih, Musfata, berkata kepada AFP, "Antrean semakin panjang."
"Mereka harus mencatat suara kami secepat mungkin. Kami takut bom, ledakan mungkin akan menghantam kami," ujar Mustafa.
Hasil pemilu diperkirakan tidak akan muncul cepat.
Perhitungan awal dijadwalkan selesai setidaknya 20 hari usai pemungutan suara atau tanggal 10 November mendatang.
'Kami tak akan membiarkan Taliban menang'
Pimpinan Koresponden Desk Internasional BBC , Lyse Doucet, di Kabul
Menggunakan hak suara di pemilu Afganistan adalah tindakan berani. Kami mengunjungi kembali TPS yang kami datangi tahun 2014 dan kerumunan orang semakin banyak saat ini. Antrean pemilih laki-laki tetap panjang.
Tampak antrean yang sesak di bagian pemilih perempuan. Banyak warga Afganistan berkata, "Kami tidak akan membiarkan Taliban menang."
Namun ledakan membunuh dan mencederai para pemegang hak suara. Jumlah pemilih akan minim di area yang tak aman.
Organisasi curang juga merupakan musuh bagi masyarakat negara ini. Warga Afganistan komplain TPS yang dibuka tak tepat waktu. Sarana-prasarana pun terlambat datang.
Namun banyak yang yakin, menyelenggarakan pemilu dalam kondisi Afganistan saat ini merupakan sebuah pencapaian.
Pemilu ini diyakini dapat menghasilkan parlemen yang lebih sah untuk menggantikan perwaiklan yang tak dipercayai. Pemilu ini juga mendorong pemilu presiden tahun depan serta dialog perdamaian dengan Taliban.
Mengapa pemilu ini penting?
Banyak warga Afganistan putus asa untuk menggapai hidup yang lebih baik, pekerjaan, pendidikan, dan akhir peperangan dengan Taliban.
Bagi kolega Afganistan di luar negeri, tumbuhnya demokrasi dapat diartikan titik balik investasi, pengeluaran miliaran dolar AS dan ribuan jiwa yang hilang selama perang satu dekade.
Tidak sedikit kandidat anggota parlemen berusia muda dan memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Mereka berjanji mengubah negara yang terpecah belah oleh perang itu.
Meski begitu sebagian penduduk Afganistan masih menganggap seluruh politikus lekat dengan korupsi dan pemerintahan yang tak efektif.
Pemungutan suara per lima tahun ini seharusnya telah digelar pada 2015. Namun kebuntuan pada perselisihan pemilu presiden mengubah jadwal itu, dan berujung pada perang sipil.
Bagaimanapun, meski parlemen memiliki hak pengawasan dan legislasi, kekuasaan sesungguhnya berada di lembaga kepresidenan.
Pemilu ini akan dianggap sebagai ujian awal sebelum pemilu presiden digelar di Afganistan pada April 2019.
Data pemilu Afganistan
Hampir sembilan juta pemegang hak suara tercatat mengikuti pemilu parlemen ini.
Pemungutan suara dijadwalkan berakhir pada pukul empat sore Sabtu kemarin, tapi akan diperpanjang hingga Minggu ini, terutama di TPS yang sempat terpaksa ditutup.
Hanya 5.000 TPS tersedia dari rencana awal sebanyak 7.000 TPS. Alasan keamanan menyebabkan target TPS tak terwujud.
Taliban mendesak masyarakat memboikot hajatan yang mereka anggap 'pemilu palsu' itu. Hal serupa dinyatakan oleh ISIS.
Baca Lagi Aje https://www.tempo.co/bbc/2674/pemilu-afganistan-sejumlah-orang-tewas-akibat-bom-pemungutan-suara-diperpanjangBagikan Berita Ini
0 Response to "Pemilu Afganistan: Sejumlah orang tewas akibat bom, pemungutan ..."
Posting Komentar