MARAKNYA berita bohong atau hoaks yang terjadi saat ini cukup memanaskan suhu politik negeri kita.
Bagaimana tidak, belum lama publik dikejutkan dengan kasus hoaks kotak suara berbahan dasar kardus selesai, muncul lagi pemberitaan menyangkut hoaks tujuh kontainer berisi surat suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang sudah tercoblos untuk pasangan nomor urut 01 Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.
Beberapa waktu kemudian, ada pemberitaan bocornya kisi-kisi soal pada debat pertama pilpres yang akan diselenggarakan pada 17 Januari 2019.
Dari beberapa kasus tersebut, penyelenggara pemilu banyak dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena telah dianggap menyalahi aturan kode etik penyelenggara.
Isu hoaks ini ternyata dinilai mampu memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap integritas dan netralitas penyelenggara pemilu.
Selain itu, hoaks juga berpengaruh kepada masyarakat dan kelompok tertentu sehingga dapat memunculkan konflik.
Tidak pula menutup kemungkinan bahwa hal serupa juga akan terjadi di provinsi dan kabupaten/kota dengan berita dan segmentasi berbeda.
Gerakan sistematis menjelang pemungutan dan penghitungan suara pada 17 April 2019 mendatang akan senantiasa terus dilakukan sebagai upaya mendulang suara peserta pemilu tertentu.
Apabila ini terjadi, tentu akan sangat mencederai tatanan demokrasi kita. Data kepolisian menunjukkan ada ribuan berita hoaks yang beredar di media sosial setiap hari.
Beberapa pihak juga telah memprediksi bahwa hoaks akan terjadi semakin banyak lagi.
Survei Polmark Indonesia menunjukkan bahwa hoaks menjadi ancaman cukup serius. Sekitar 60,8 persen pemilih menyatakan pernah menemukan informasi bohong dan fitnah di media sosial.
Kondisi seperti ini tentu akan dimanfaatkan oleh beberapa aktor tertentu sebagai kesempatan berharga untuk meraih kemenangan dan akan semakin melemahkan penyelenggara pemilu.
Perbuatan keji ini tentu tidak boleh dibiarkan begitu saja. Perlu ada upaya dan tindakan preventif untuk melawan segala macam hal hoaks yang dimungkinkan akan terjadi beberapa waktu kemudian.
Apabila tidak solusi tepat untuk mencegah dan memutus isu hoaks pada Pemilu 2019, ini akan berpotensi terus menyebar luas di kalangan masyarakat dan dapat menimbulkan ujaran kebencian khususnya hoaks di media sosial. Publik seakan menjadi tidak waras atas produksi hoaks terus menerus dan berulang–ulang.
Sejatinya, momentum politik ini mampu dilewati dengan penuh kegembiraan oleh seluruh rakyat Indonesia dalam merayakan pesta demokrasi yang diselenggarakan selama lima tahun sekali.
Momentum ini menjadikan kampanye politik sebagai sarana untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, meskipun nyatanya semua yang terjadi tak sesuai dengan harapan.
Mestinya ini menjadi bahan evaluasi dan koreksi oleh peserta pemilu, bagaimana memanfaatkan kampanye dengan mengedepankan dan mengutamakan kewarasan publik dan lebih edukatif.
Empat hal penting
Paling tidak ada empat hal penting yang bisa dilakukan untuk melawan isu hoaks. Pertama, mendorong dan mengajak publik untuk tidak mudah percaya terhadap informasi yang diterima, terutama di media sosial. Upayakan sikap kritis dan bijak dalam menilai sebuah pemberitaan.
Kenali situsnya, isi pemberitaannya serta siapa yang menyampaikannya. Hati-hati dengan judul yang provokatif. Usahakan jangan hanya membaca judul saja karena kadang publik hanya membaca judulnya saja tanpa membaca secara menyeluruh isi berita yang disampaikan.
Jika terindikasi pemberitaan tersebut adalah hoaks, jangan mencobanya untuk membagikan situs tersebut kepada yang lain. Ini bisa membahayakan semua pihak. Laporkan kepada pihak yang berwenang atau komunitas anti hoaks. Jika bisa lakukan klarifikasi seluas-luasnya kepada masyarakat bahwa telah terjadi pemberitaan yang tidak benar.
Dengan demikian, publik yang sudah terlanjur menerima berita hoaks tidak akan menerima informasi hanya dari satu arah. Ada informasi berimbang yang mampu memberikan penilaian terhadap isi pemberitaan.
Jalankan prinsip verifikasi karena salah satu instrumen dalam mencari kebenaran adalah verifikasi (Manan, 2018).
Kedua, adanya kesadaran dari peserta pemilu. Tim kampanye masing – masing pasangan capres cawapres, partai politik serta calon Dewan Perwakilan Daerah untuk mengupayakan semaksimal mungkin dalam menciptakan isi pemberitaan yang memiliki nilai edukatif.
Contohnya dengan menampilkan gagasan dan visi misi yang benar-benar mampu menjawab segala persoalan rakyat. Lakukan metode kampanye yang inovatif di media sosial untuk bisa meraih simpati pemilih. Adu gagasan yang sehat antar para kontestan. Hindarkan hal yang mengarah pada ujaran kebencian.
Ketiga, peran aparat penegak hukum juga menjadi hal yang tak kalah pentingnya dalam melawan hoaks. Aparat hukum memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan dan penegakan hukum secara adil.
Usut tuntas oknum yang membuat dan menyebarkan hoaks. Berikan hukuman setimpal kepada pelaku sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Keempat, penyelenggara pemilu dalam hal ini, Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu untuk menjalankan aturan seusai dengan perundang-undangan.
Sampaikan lebih awal kepada publik atas isu krusial tahapan yang akan dihadapi agar publik mendapatkan informasi awal sebelum isu hoaks muncul ke permukaan.
Hal itu perlu karena sejauh ini isu hoaks yang beredar telah berhasil meneror penyelenggara pemilu agar publik menjadi semakin tidak percaya terhadap kinerja yang telah dilakukan oleh para penyelenggara.
Oleh karenanya, tindakan preventif ini perlu dilakukan oleh penyelenggara untuk menyampaikan informasi yang benar.
Semoga kita semua mampu membuktikan bahwa penyelenggaraan Pemilu 2019 dapat berjalan secara berkualitas dan berintegritas baik itu proses maupun hasilnya sehingga menciptakan peradaban demokrasi yang jauh lebih baik lagi, bukan hoaks dan ujaran kebencian.
Baca Lagi Aje https://nasional.kompas.com/read/2019/01/16/18214391/melawan-isu-hoaks-pemilu-2019
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Melawan Isu Hoaks Pemilu 2019 - Kompas.com - KOMPAS.com"
Posting Komentar