Pemimpin Venezuela yang terpojok Nicolas Maduro telah menolak ultimatum Uni Eropa yang menyerukan pemilu baru di negaranya. Dalam suatu wawancara di televisi yang ditayangkan hari Minggu, ia mengatakan pemimpin oposisi Juan Guaido telah melanggar konstitusi dengan memproklamirkan diri sebagai presiden sementara. Tetapi Maduro telah setuju untuk mengadakan dialog dengan oposisi.
Dalam wawancara dengan CNN Turki, yang ditayangkan hari Minggu (27/1), Presiden Venezuela yang terpojok Nicolas Maduro mengatakan pengadilan tinggi dan pihak kehakiman yang berwenang di Venezuela akan menentukan apakah Guaido melanggar undang-undang negara itu. Ia menolak permintaan Uni Eropa agar menyelenggarakan pemilu baru yang demokratis, yang kalau tidak dipenuhi maka Eropa akan mengakui Guaido sebagai presiden sementara Venezuela.
Maduro menegaskan, "Venezuela akan terus berjalan pada jalurnya, untungnya kami tidak bergantung pada Eropa. Dan sikap arogan serta memaksa itu, memandang rendah kami, karena kami inferior bagi mereka, dari elite Eropa, tak ada lagi urusannya, karena elite Eropa tidak mewakili rakyat Eropa. Para pemimpin Eropa adalah penjilat, berlutut di belakang kebijakan-kebijakan Donald Trump. Seluruh Eropa berlutut di kaki Donald Trump, sesederhana itu, dan terutama atas Venezuela.”
Presiden Maduro dilantik untuk masa jabatan ke-dua pada awal bulan ini setelah pemilu yang dianggap luas curang. Amerika Serikat dan sebagian besar negara di kawasan, juga Israel, telah mengakui Guaido sebagai presiden sementara sampai presiden baru dipilih melalui pemilihan yang demokratis. Maduro telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Washington dan memerintahkan para diplomat Amerika agar meninggalkan negara itu, tetapi ia kemudian membatalkan perintah tersebut.
Maduro mengemukakan, “Saya telah mengirim banyak pesan kepada Trump, tetapi saya pikir ia tenggelam dalam masalah di dalam negeri. Dan saya pikir ia, saya pikir, meremehkan kami. Ia memandang rendah seluruh Amerika Latin dan Karibia.”
Amerika Serikat telah memperingatkan Maduro agar tidak menggunakan kekuatan untuk menumpas oposisi atau menyerang personel diplomatik Amerika. Rusia telah menuduh Amerika Serikat membangkitkan kerusuhan di Venezuela.
Vasily Nebenzia, Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB, menyatakan, “Amerika Serikat melukiskan gambaran konfrontasi antara rezim Maduro dan rakyat Venezuela. Gambaran ini jauh dari kenyataan. Terlepas dari semuanya, pemimpin Venezuela jelas memiliki dukungan luas di kalangan rakyat.”
PBB menyerukan dialog sebagai solusi bagi krisis politik, tetapi rakyat Venezuela terpecah pendapat dalam hal ini.
Adrian Alvarez, seorang karyawan pasar swalayan mengatakan, “Sebagai warga Venezuela saya pikir kita tidak seharusnya melakukan kekerasan. Menurut saya dialog akan membantu kita maju, sebagai rakyat, sebagai masyarakat dan negara Venezuela.”
Sementara itu Jose Gregorio Castillo, seorang pengacara, mengatakan, “Pertama-tama, telah berapa kali terjadi dialog dan pemerintah atau yang disebut pemerintah tidak menghargai dialog? Apakah kita akan melakukan hal serupa lagi? Tidak, tidak ada lagi kesempatan bagi dialog.”
Maduro didukung oleh militer Venezuela, tetapi atase militer Venezuela di Washington hari Sabtu lalu mendesak para anggota angkatan bersenjata negaranya agar mengakui Guaido sebagia presiden sementara yang sah. [uh/ab]
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Presiden Maduro Setujui Dialog, Tolak Seruan untuk Pemilu Baru - Bahasa Indonesia (VOA)"
Posting Komentar