Search

Enam Bulan Jelang Pilpres AS, Silang Sengkarut Pemilu 2020 Muncul Lagi - kompas.id

Pendukung Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengibarkan bendera dukungan saat berlangsung pemungutan suara dalam pemilu AS di Scranton Cultural Center, Pennsyvalnia, AS, 3 November 2020.
AP PHOTO/MARY ALTAFFER

Pendukung Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengibarkan bendera dukungan saat berlangsung pemungutan suara dalam pemilu AS di Scranton Cultural Center, Pennsyvalnia, AS, 3 November 2020.

ATLANTA, SABTU — Sejumlah anggota Partai Demokrat Amerika Serikat menuding media sosial Facebook menyebarkan kebohongan terkait pemilihan presiden tahun 2020, sementara Partai Republik membela penyelenggaraan pemilu. Situasi ini mencuatkan lagi keruwetan pilpres AS 2020, enam bulan menjelang pilpres pada November 2024.

Kantor berita Associated Press, Sabtu (4/5/2024) waktu setempat, melaporkan, para anggota Demokrat itu mengirimkan surat kepada Meta, perusahaan induk Facebook. Mereka meminta Meta menghentikan penayangan iklan terkait klaim pilpres 2020 dicurangi.

Sejumlah pejabat Demokrat itu menjabat Sekretaris Negara Bagian di Maine, New Jersey, Oregon, Rhode Island, Washington, dan Vermont. Dalam surat yang ditujukan kepada CEO Meta Mark Zuckerberg, mereka menulis bahwa mengizinkan iklan semacam itu akan semakin mengikis kepercayaan terhadap pemilu dan memicu ancaman kekerasan politik terhadap petugas pemilu. ”Meta memungkinkan para ekstremis dan mereka yang menyangkal pemilu semakin melemahkan pemilu kita,” tulis mereka.

Baca juga: Pintu Terbuka untuk Trump

Pilpres AS 2024 tampaknya akan menghadirkan kembali pertarungan antara mantan Presiden Donald Trump dari Republikan dan petahana Presiden Joe Biden dari Demokrat. Keduanya bertarung pada pilpres 2020.

Perselisihan yang melingkupi penyelenggaraan pilpres empat tahun lalu pun tampaknya akan kembali muncul. Ini antara lain terlihat dari iklan-iklan terkait pilpres 2020 yang beredar lagi. Iklan-iklan itu mengungkap kembali klaim palsu bahwa pilpres 2020 telah dicurangi.

”Ketika masyarakat percaya bahwa pemilu telah dicurangi, mereka cenderung tidak memiliki kepercayaan terhadap sistem, dan hal ini akan menekan jumlah pemilih. Kami ingin pemilih mengetahui kebenaran tentang pemilu dan merasa diberdayakan untuk berpartisipasi,” kata Sekretaris Negara Bagian Maine Shenna Bellows dalam wawancara pada Jumat.

Logo Meta, induk perusahaan Facebook, terlihat di markas besarnya di Menlo Park, California, Amerika Serikat, 28 Oktober 2021.
AP PHOTO/TONY AVELAR

Logo Meta, induk perusahaan Facebook, terlihat di markas besarnya di Menlo Park, California, Amerika Serikat, 28 Oktober 2021.

Juru bicara Meta menjelaskan bagaimana perusahaan memandang pemilu, merujuk pada rencana pemilu sela tahun 2022. ”Perusahaan akan terus meninjau konten untuk menentukan apakah konten tersebut melanggar standar komunitas kami, termasuk kebijakan kami mengenai pemilu dan campur tangan pemilih, ujaran kebencian, mengoordinasikan tindakan yang merugikan dan memublikasikan kejahatan, serta intimidasi dan pelecehan,” demikian pernyataan Meta.

Sebagai bagian dari tugasnya, Meta juga akan menghapus konten terkait pemilu yang mencakup informasi yang salah tentang ”tanggal, lokasi, waktu, dan metode pemungutan suara” serta seruan untuk melakukan kekerasan terkait pemungutan suara atau hasil pemilu.

Dengan rencana tersebut, Meta menyatakan akan menolak iklan yang mempertanyakan legitimasi pemilu yang akan datang atau yang sedang berlangsung. Youtube, layanan video milik Google, mengumumkan kebijakan serupa dengan Meta pada tahun lalu.

Pada pilpres 2020, Trump yang mencalonkan diri kembali untuk periode kedua mengalami kekalahan. Namun, ia terus saja bersikeras menang meski tidak ada bukti kecurangan yang meluas.

Baca juga: Trump Bikin Marah Partai Republik

Saat itu gencar muncul teori konspirasi seputar pilpres 2020 serta klaim palsu mengenai penipuan dan manipulasi mesin pemungutan suara. Hal itu terus berlanjut hingga saat ini atau empat tahun setelahnya.

Lantaran klaim Trump itu, dilakukanlah peninjauan, penghitungan ulang, dan audit di negara-negara bagian tempat ia mempermasalahkan kekalahannya. Namun, hasilnya semuanya menegaskan kemenangan Biden. Mantan jaksa agung era Trump bahkan mengatakan tidak ada kecurangan dalam skala yang dapat memengaruhi pilpres.

Donald Trump (kiri) berkompetisi dengan Joe Biden untuk menjadi presiden AS pada Pemilu Presiden, November 2024.
AP/AFP

Donald Trump (kiri) berkompetisi dengan Joe Biden untuk menjadi presiden AS pada Pemilu Presiden, November 2024.

Dalam wawancara dengan Milwaukee Journal Sentinel, Trump secara keliru mengklaim bahwa dirinya menang di Wisconsin meski kalah dari Biden dengan selisih sekitar 21.000 suara. Trump mengatakan kepada media tersebut bahwa dirinya akan menerima hasil pilpres November mendatang ”jika semuanya jujur”.

Petugas pemilu

Sejak pemilu 2020, petugas pemilu di sejumlah wilayah di AS menghadapi ancaman pembunuhan dan pelecehan. Sebuah survei baru-baru ini oleh Brennan Center for Justice di Universitas New York (NYU) menemukan 34 persen pejabat pemilu lokal mengetahui satu atau lebih pejabat atau petugas pemilu lokal yang meninggalkan pekerjaannya.

Sebagian alasannya karena khawatir akan keselamatan, ancaman, atau intimidasi. Lingkungan semacam itu menyebabkan pergantian petugas pemilu di seluruh negeri. Adapun di kalangan pejabat pemilu dari Partai Republik, juga muncul kekhawatiran bahwa masih ada ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses pemungutan dan penghitungan suara.

Apalagi, Trump terus saja menebar keraguan mengenai pilpres 2020. Ia juga memperingatkan para pengikutnya, tanpa menyebutkan bukti apa pun, Demokrat akan mencoba berbuat curang pada pilpres November.

Pejalan kaki berjalan melewati truk yang mengiklankan mantan Presiden AS Donald Trump di Pennsylvania, 15 April 2024.
AFP/CHARLY TRIBALLEAU

Pejalan kaki berjalan melewati truk yang mengiklankan mantan Presiden AS Donald Trump di Pennsylvania, 15 April 2024.

Saat kampanye di Michigan pekan ini, Trump mengulangi klaim palsu bahwa Demokrat mencurangi pemilu 2020. ”Tetapi kami tidak akan membiarkan mereka (Demokrat) melakukan kecurangan dalam pemilihan presiden (2024),” katanya.

Menurut jajak pendapat Associated Press-NORC Center for Public Affairs Research pada 2023, hanya 22 persen anggota Republikan yang sangat yakin suara akan dihitung secara akurat pada November mendatang. Sekelompok pejabat pemilu dari Republikan berupaya membela sistem pemilu dan petugas penyelenggaraan pemilu.

Mereka ingin memperkuat pesan bahwa pemilu aman dan akurat. Pendekatan itu, menurut mereka, sangat penting ketika AS menuju pilpres yang terbelah.

Baca juga: Mengungkap Kebenaran di Balik Sengketa Pemilu

Upaya tersebut dimulai sekitar 18 bulan lalu dan dikoordinasikan oleh SNF Agora Institute dari Universitas Johns Hopkins dan lembaga pemikir sayap kanan-tengah R Street Institute. Tujuannya untuk memulai pembicaraan tentang kepercayaan terhadap pemilu, terutama di kalangan pejabat konservatif, dan untuk mengembangkan serangkaian prinsip demi mencapai hal tersebut.

”Hal ini belum pernah dan tidak akan pernah terjadi secara spesifik mengenai Trump. Ini tentang prinsip-prinsip demokrasi di tingkat yang lebih tinggi, apa artinya menjadi konservatif yang percaya pada demokrasi, supremasi hukum?” kata Matt Germer, Direktur Tata Kelola R Street Institute.

Dia menambahkan, pertemuan itu juga untuk mendapatkan struktur yang mendukung pejabat pemilu yang mungkin mengalami situasi seperti Sekretaris Negara Bagian Georgia Brad Raffensperger pada 2020. Saat itu ia mendukung Trump, tetapi menolak klaim pilpres dicurangi.

Presiden Amerika Serikat Joe Biden berpidato di hadapan pendukungnya saat pemilihan internal Partai Demokrat di South Carolina, 27 Januari 2024.
AFP / GETTY IMAGES / SEAN RAYFORD

Presiden Amerika Serikat Joe Biden berpidato di hadapan pendukungnya saat pemilihan internal Partai Demokrat di South Carolina, 27 Januari 2024.

”Anda bisa menjadi seorang Republikan dan Anda bisa percaya pada semua gagasan Partai Republik tanpa harus mengatakan pemilu itu dicurangi,” kata Germer.

Jaksa di Georgia kemudian mendakwa Trump dan sejumlah pihak lainnya dengan tuduhan memiliki rencana untuk membatalkan hasil pemilu. Namun, Trump mengaku tidak bersalah.

Melalui kelompok tersebut, ada panduan prinsip yang mengharuskan para pejabat Partai Republik secara terbuka menegaskan keamanan dan integritas pemilu di seluruh AS. Mereka juga diminta menghindari upaya menimbulkan keraguan mengenai pemilu. (AP)

Adblock test (Why?)

Baca Lagi Aje https://news.google.com/rss/articles/CBMikwFodHRwczovL3d3dy5rb21wYXMuaWQvYmFjYS9pbnRlcm5hc2lvbmFsLzIwMjQvMDUvMDUvZW5hbS1idWxhbi1qZWxhbmctcGlscHJlcy1hcy1zaWxhbmctc2VuZ2thcnV0LXBlbWlsdS0yMDIwLW11bmN1bC1sYWdpP29wZW5fZnJvbT1TZWN0aW9uX1RlcmJhcnXSAQA?oc=5

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Enam Bulan Jelang Pilpres AS, Silang Sengkarut Pemilu 2020 Muncul Lagi - kompas.id"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.