Sepuluh partai lainnya belum berhasil meloloskan wakilnya ke Senayan. Salah satunya ialah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Jumlah suara yang berhasil diraih PPP pada Pemilu 2024 sebesar 5.878.777 suara. Total perolehan suara tersebut mencapai 3,87 persen suara nasional.
Namun, jumlah suara ini belum mencapai ambang batas parlemen yang harus diraih partai peserta pemilu untuk dapat mengonversi suaranya menjadi kursi di DPR. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menetapkan syarat ambang batas parlemen berada di angka 4 persen.
Atas hasil ini, PPP mengajukan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hanya saja, peluang PPP untuk bisa lolos ke Senayan kian menipis. MK menegaskan perkara sengketa pemilu legislatif yang diajukan PPP di 8 dari 19 provinsi tidak dapat dilanjutkan (Kompas.id, 21/5/2024).
Di luar upaya PPP yang masih berjuang di MK, tren penurunan elektoral telah dialami PPP sejak Pemilu 1999 atau pascareformasi. Sebelumnya, pada Pemilu 1997, PPP masih dapat meraih 25.340.028 dukungan suara dan mendapat 89 kursi DPR. Capaian pada Pemilu 1997 tersebut menjadi catatan keemasan PPP karena pada pemilu-pemilu setelahnya, belum pernah lagi PPP meraih prestasi suara dan kursi DPR seperti pada 1997.
Baca juga: Permohonan PPP di Enam Dapil di Jabar Kandas, Kian Sulit ke Senayan?
Pada Pemilu 1999, perolehan suara PPP menurun menjadi 11.330.387 suara (10,7 persen). Jumlah kursi yang didapat pun menurun menjadi 58 kursi. Setelah itu, pada Pemilu 2004, PPP mendapat 9.248.764 suara dan 58 kursi DPR.
Perolehan suara PPP pada Pemilu 2009 kembali menurun menjadi 5.533.214 suara dan hanya mampu meraih 38 kursi DPR. Jumlah suara PPP waktu itu mencapai 5,3 persen suara nasional.
Sempat naik pada Pemilu 2014 dengan mendapat 8.157.488 suara dan 39 kursi DPR, suara PPP kembali menurun pada Pemilu 2019. Lima tahun lalu, PPP meraih 6.323.147 suara dengan 19 kursi DPR. Saat itu jumlah suara PPP sudah berada di batas rawan ambang batas parlemen, yaitu 4,5 persen suara nasional.
Tantangan berat elektoral PPP terjadi pada Pemilu 2024 dengan hanya meraih 5.878.777 suara atau 3,87 persen suara nasional. Hasil ini menempatkan PPP berada di luar Senayan karena belum memenuhi syarat ambang batas parlemen.
Kiprah politik PPP
Meski belum berhasil menembus kursi DPR, kader-kader PPP masih akan berkiprah di DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Hasil Pemilu 2024 di sejumlah provinsi, misalnya, masih menunjukkan keberhasilan PPP meraih kursi di DPRD provinsi. Di Jawa Barat dan Jawa Tengah, PPP berhasil meraih masing-masing 6 kursi DPRD provinsi.
Di DPRD Provinsi Sumatera Barat, PPP mendapat 5 kursi. Demikian pula dengan kursi DPRD Provinsi Banten dan Jawa Timur, PPP mampu meraih masing-masing 4 kursi. Di DPRD Provinsi Sumatera Selatan, PPP mendapat 2 kursi. Di sejumlah provisni lain seperti DIY, DKI Jakarta, Kalimantan Selatan, dan Bengkulu, PPP juga meraih masing-masing 1 kursi DPRD provinsi.
Namun, sebagaimana tren perolehan suara di tingkat nasional, penguasaan PPP di level daerah juga menunjukkan kecenderungan yang sama. Di wilayah-wilayah yang selama ini dikenal sebagai lumbung suara PPP, seperti Aceh, Bengkulu, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten, PPP masih meraih kursi DPRD. Hanya saja, penguasaan wilayah ini cenderung tetap atau menurun.
Baca juga: Nasib PPP Mulai Diputus di MK
Di DPRD Bengkulu, capaian kursi yang diraih PPP tetap dibandingkan Pemilu 2019. Tren penurunan terjadi di Jateng, Banten, dan Jatim. Di DPRD Jateng, PPP mengalami penurunan 3 kursi. Hampir sama, di DPRD Banten dan DPRD Jawa Timur, perolehan kursi PPP menurun dari 5 kursi (Pemilu 2019) menjadi 4 kursi pada Pemilu 2024. Yang mengalami kenaikan ialah kursi DPRD Jawa Barat. Di Jabar, PPP meraih 6 kursi, naik dari Pemilu 2019 yang mendapat 3 kursi DPRD.
Tren penurunan suara PPP ini menjadi tantangan bagi perjalanan partai yang telah mengarungi lebih dari 50 tahun kiprah politiknya di Tanah Air. Pernah mewarisi kejayaan partai-partai Islam semenjak Pemilu 1955 hingga era Orde Baru menjadi bukti kematangan politik PPP.
Sejarah pembentukan PPP
Awal pembentukan (fusi) partai ini pada 5 Januari 1973, dengan meleburnya potensi kekuatan dari empat poros kekuatan Islam, NU, PSII, Parmusi, dan Perti. Pada awal berdiri, PPP dipimpin duet tokoh NU dan Parmusi, yaitu Idham Khalid (Ketua Umum Pengurus Besar NU saat itu) sebagai presiden dan Mohammad Syafaat Mintaredja (Ketua Umum Parmusi) sebagai ketua umum.
Pada masa Orde Baru, PPP hanya berhadapan dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya (Golkar). Dengan tiga partai ini, PPP meraih posisi kedua setelah Golkar. Dalam perjalanannya, energi partai kemudian lebih banyak tersedot dalam tantangan konsolidasi dan pembenahan internal PPP.
Pada 1984, NU menyatakan kembali ke Khitah 1926 pada Muktamar 1984 dan mengakhiri jejak politik praktis. Keputusan NU tersebut berdampak elektoral pada perolehan kursi PPP pada Pemilu 1987. PPP yang sebelumnya meraih 94 kursi menurun menjadi meraih 61 kursi.
Tantangan konsolidasi PPP juga menghadapi dinamika konflik internal kepemimpinan dan munculnya partai baru pascareformasi. Sesudah reformasi 1998, bermunculan partai politik baru bercorak Islam, seperti PKB, PAN, Partai Keadilan (PK) sebelum menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Bulan Bintang (PBB). Munculnya partai-partai baru berbasis pemilih Islam ini tentu saja menjadi kompetitor PPP dalam meraih dukungan pemilih Islam.
Baca juga: Gugatan PPP Berguguran, MK Nilai Pemohon Gagal Jelaskan Perpindahan Suara
Pada pemilu pertama pascareformasi, perolehan suara dan kursi PPP pada Pemilu 1999 mulai tergerus empat partai baru. PKB, PAN, PKS, dan PBB berhasil mendapat kursi di DPR RI. Sementara itu, kursi PPP menurun menjadi 58 kursi.
Melihat sejarah dan capaian PPP hingga saat ini, di antara tiga partai politik yang melekat pada lini masa pemilu semasa Orde Baru, nasib PPP tak secemerlang PDI-P dan Golkar. PPP belum mampu berkibar kembali setelah era pemerintahan berganti.
PDI melalui PDI-P pada Pemilu 1999 terbukti mampu menjadi pemenang. Bahkan, sejak 2014, PDI-P selalu memenangi pemilu legislatif.
Hal yang sama terjadi pada Golkar. Setelah mengubah diri menjadi Partai Golkar, mereka menjadi pemenang pada Pemilu 2004. Golkar juga selalu masuk tiga besar partai yang meraih suara terbanyak di tiga pemilu terakhir.
Sebagaimana PPP, kedua partai tersebut juga mengalami dinamika internal dan tantangan kaderisasi. Keberhasilan Golkar dan PDI-P dalam merawat warisan elektoralnya dapat memberikan inspirasi bagi PPP untuk bangkit kembali dan berkiprah dalam pentas politik nasional di masa-masa mendatang. (LITBANG KOMPAS)
Baca Lagi Aje https://news.google.com/rss/articles/CBMiVmh0dHBzOi8vd3d3LmtvbXBhcy5pZC9iYWNhL3Jpc2V0LzIwMjQvMDUvMjMvc2VqYXJhaC1kYW4tcGVuY2FwYWlhbi1rdXJzaS1wcHAtZGktcGVtaWx10gEA?oc=5Bagikan Berita Ini
0 Response to "Sejarah dan Pencapaian Kursi PPP di Pemilu - kompas.id"
Posting Komentar