HAKIM Mahkamah Konstitusi (MK) gusar. Tidak ada satu pun komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang tampak batang hidungnya di sidang penyelesaian sengketa pemilihan legislatif (pileg), kemarin. Kehadiran KPU selaku pihak termohon hanya diwakili sekretariat dan kuasa hukum.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menilai KPU tidak serius menanggapi persoalan sengketa pemilu. Absennya komisioner KPU juga sudah terjadi saat persidangan sengketa pemilihan presiden (pilpres). KPU pun disebutnya tidak mengganggap MK penting.
Penanganan perselisihan pemilu merupakan kewenangan MK berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Arief lantas mengingatkan penyelesaian sengketa merupakan hak konstitusional warga, pemilih, dan hak konstitusional para caleg. Itu bukan perkara yang sepele. Bahkan semestinya mendapat prioritas tertinggi karena menyangkut perlindungan hak yang dijamin konstitusi.
Kehadiran komisioner KPU dalam sidang sengketa pemilu kerap menentukan kejelasan perkara, sebab mereka yang mestinya paling paham mengenai hal-hal yang terjadi di lapangan. Bukan kuasa hukum, apalagi 'hanya' sekretariat KPU.
Dalam pembelaannya, KPU membantah menyepelekan sidang sengketa pemilu di MK. KPU beralasan ada agenda lain yang berlangsung di saat bersamaan, yakni uji kelayakan dan kepatutan KPU provinsi serta penyerahan Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) Pilkada 2024 dari Kementerian Dalam Negeri.
Namun, mestikah agenda-agenda lain itu sampai harus mengalahkan sidang di MK? Sidang MK berlangsung tiga panel. Kalau di hari itu ada dua agenda lain di luar sidang MK, total ada lima agenda yang bisa dibagi ke tujuh komisioner KPU. Menurut hitungan matematika dasar, semestinya sangat memungkinkan paling tidak ada satu komisioner KPU yang hadir di tiap agenda.
Teguran hakim MK terhadap penyelenggara pemilu dalam rangkaian sidang sengketa pileg bukan yang pertama. Pada Selasa (30/4), dalam sidang di Panel 2, Hakim Konstitusi Saldi Isra juga mempertanyakan ketidakhadiran komisioner Bawaslu RI. Alasan bahwa komisioner yang bersangkutan sakit tidak bisa diterimanya. Saldi meragukan seluruh anggota Bawaslu yang jumlahnya ada lima serempak sakit.
Lain di bibir, lain di perilaku. Walaupun penyelenggara pemilu membantah meremehkan sidang sengketa di MK, sikap mereka yang dengan mudahnya absen dari sidang menunjukkan lain. Seolah-olah mereka juga sudah yakin akan memenangi semua perkara, tidak perlu turun tangan menguatkan pembelaan. Seakan-akan sidang di MK dianggap formalitas belaka.
Tentu tidak demikian di mata khalayak. Publik masih percaya sekaligus menaruh harapan kepada MK untuk menegakkan keadilan dalam pelanggaran hak-hak warga negara di pelaksanaan pemilu. Kepercayaan itu membutuhkan pula komitmen nyata dari para pihak dalam penyelesaian sengketa yang menjunjung kejujuran, kebenaran, dan keadilan.
Saat ini MK harus menyelesaikan 297 perkara pileg yang harus rampung dalam sebulan ke depan atau paling lambat 10 Juni. Jumlah perkara itu naik cukup signifikan ketimbang pada Pemilu 2019 yang sebanyak 260 perkara. Ini berarti, perlu kerja lebih keras untuk merampungkannya.
Tuntutan itu bukan hanya terarah ke jajaran MK. Para pihak, penggugat maupun tergugat, juga harus serius menjalani persidangan perselisihan hasil pemilu agar kebenaran terungkap dan keadilan dapat ditegakkan. Jangan sekali-kali menyepelekannya.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Editorial Malam: Setop Sepelekan Sengketa Pemilu - Metro TV News"
Posting Komentar