Terdapat tiga pemilu penting di Asia pada tahun 2019 yang harus diperhatikan para investor: Pemilu Thailand pada 24 Februari, pemilu India pada bulan April/Mei, dan pemilu Indonesia pada 17 April. Hasil dari pemilu akan berdampak pada iklim investasi dan mempengaruhi keputusan yang diambil para investor, sehingga pemilu-pemilu ini akan terus diperhatikan dengan saksama.
Baca juga: Kilas Balik Asia Tenggara 2018, Apa Saja yang Sudah Terjadi?
Oleh: Michelle Jamrisko (Bloomberg)
Dengan gejolak politik tak terduga yang terjadi di Malaysia masih segar dalam ingatan, investor kini dihadapkan pada tiga pemilu penting di Asia pada paruh pertama tahun 2019.
Thailand akan melaksanakan pemilu pada 24 Februari 2019, setelah beberapa kali penundaan sejak partai yang berkuasa mengambil alih dalam kudeta militer tanpa kekerasan pada tahun 2014. Giliran Indonesia adalah 17 April 2019—persaingan ulang antara Presiden Joko Widodo dan lawannya, Prabowo Subianto. Dan India akan menyusul pada bulan April atau Mei yang akan menguji kekuatan Perdana Menteri Narendra Modi melawan seruan-seruan untuk reformasi.
Para investor memiliki alasan yang baik untuk mempersiapkan diri: Ketika Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad menyampaikan kemenangan mengejutkan tujuh bulan yang lalu, orang asing mencampakkan obligasi dan saham negara itu dalam gerakan spontan. Kenaikan harga minyak pada saat itu membantu meredam penurunan bagi produsen minyak mentah, tetapi perusahaan-perusahaan pemeringkat kredit segera mulai memperingatkan risiko anggaran dan membengkaknya utang.
Selain menjaga skeptisisme yang sehat selama pemilu, berikut adalah beberapa hal yang disiapkan oleh para investor dan ekonom ketika mereka menunggu datangnya hari H pemilihan umum:
(1) Thailand
Tanggal pemilihan: 24 Februari 2019
Petahana: Perdana Menteri Prayuth Chan-Ocha
Walau menikmati pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil dan inflasi yang lebih ramah daripada India atau Indonesia, namun Thailand memiliki beberapa risiko negatif yang unik, karena rezim penguasa junta nasibnya akan bergantung kepada para pemilih untuk pertama kalinya sejak mengambil alih kekuasaan hampir lima tahun lalu.
Para investor khawatir tentang kemungkinan gangguan terhadap kegiatan ekonomi di negara yang telah rentan terhadap ketidakstabilan politik di masa lalu tersebut.
Pada tahun 2014, perselisihan selama pemilu termasuk bentrokan jalanan mematikan yang menyebabkan saham dan mata uang jatuh, dan memberikan kontribusi bagi penurunan investasi langsung asing sebanyak 13 persen tahun itu.
Mark Mobius—veteran investor pasar berkembang—mengatakan, “diragukan bahwa kita akan melihat perubahan besar dalam kekuasaan seperti yang telah kita lihat di Malaysia,” mengutip waktu terbatas yang harus dikelola oleh oposisi.
Steve Cochrane, kepala ekonom APAC untuk Moody’s Analytics, mengamati industri pariwisata yang bergantung pada pertumbuhan Thailand secara ketat, dengan mengatakan bahwa pariwisata mungkin akan jadi korban jika negara itu menjalankan pemilu yang berantakan.
“Setiap kegiatan yang menghalangi wisatawan akan menyakiti Thailand, sangat besar,” katanya.
Pada saat yang sama, para analis mengacu kepada sejarah Thailand sebagai bukti bahwa bahkan hasil yang tidak terduga pada bulan Februari tidak akan mendorong kerusakan permanen di pasar dan investasi.
Setiap pemerintahan kemungkinan akan mempertahankan dukungan untuk proyek-proyek infrastruktur besar, kata Deyi Tan, seorang ekonom Asia di Morgan Stanley.
Apa Kata Ekonom Bloomberg?
“Thailand memiliki surplus transaksi berjalan yang besar, cadangan yang cukup besar, dan inflasi yang rendah dan stabil. Terlebih lagi, investor tertarik pada volatilitas mata uang dan imbal hasil obligasi yang rendah. Risiko utama berasal dari politik, meskipun pasar cenderung melihat melalui sejarahnya yang bergejolak.”
–Tamara Henderson, Bloomberg Economics.
(2) India
Tanggal pemilihan: April/Mei 2019
Petahana: Perdana Menteri Narendra Modi
Kekalahan pada pemilu negara bagian baru-baru ini dan pengunduran diri gubernur bank sentral, mengacaukan para investor pekan lalu, yang meningkatkan tambahan peringatan bagi Suresh Tantia, seorang ahli strategi investasi di Credit Suisse AG di Singapura.
Dia skeptis pada ekuitas India dalam waktu dekat, mengingat alasan-alasan tersebut, dan risiko pemerintah koalisi akan mengganti Modi dan membatalkan beberapa reformasinya.
Sonal Varma, kepala ekonom India di Nomura Singapore Ltd., melihat belanja modal mungkin akan menurun, terutama pada paruh pertama tahun ini seiring perusahaan-perusahaan menunda keputusan investasi.
Arthur Kwong, kepala ekuitas Asia Pasifik di BNP Paribas Asset Management, mengatakan bahwa dia akan lama berada di India walaupun ada risiko dari pemilu, sebagian karena demografi yang baik dan rasio utang terhadap PDB negara yang rendah. Dengan lebih dari 1,3 miliar penduduk, pertumbuhan populasi India telah membantu mendukung salah satu negara ekonomi utama yang tumbuh paling cepat di dunia tersebut.
(3) Indonesia
Tanggal pemilihan: 17 April 2019
Petahana: Presiden Joko Widodo
Setelah mengalami kemerosotan tajam tahun ini, rupiah ditetapkan untuk kembali menguat menjadi sekitar 14.000 terhadap dolar pada paruh pertama tahun 2019, seiring terjadinya pemulihan pertumbuhan bertahap dan tingkat inflasi rendah yang menguntungkan petahana, kata Craig Chan, kepala strategi pasar berkembang di Nomura dan Euben Paracuelles, ekonom bank tersebut untuk wilayah Asia Tenggara.
Prospek yang kuat untuk Jokowi—nama panggilan presiden tersebut—kemungkinan akan membuat investor di Indonesia sedikit lebih tenang ketimbang pada dua pemilu lainnya, dan bahkan ketiganya akan mendapat keuntungan dari Federal Reserve yang lebih lunak dan harga minyak lunak, kata analis Nomura.
Baca juga: Kebangkitan dan Kejatuhan Seorang Pemberontak Politik di Indonesia
Calon wakil presiden dan ulama yang mendampingi Jokowi, Ma’ruf Amin, telah membantu meningkatkan kepercayaan religius presiden itu, tetapi membuat takut beberapa investor karena pandangan garis kerasnya dan kemampuannya yang dipertanyakan untuk memenangkan pemilih muda.
Status petahana yang berada di puncak jajak pendapat membuat pasar agak optimis, tetapi “telah tumbuh kekhawatiran bahwa ia telah menjadi kaki tangan para ekstremis Muslim, yang telah membuat takut para investor domestik China serta investor asing,” kata Mobius. “Ini bisa menghentikan investasi diperluas di negara ini.”
Satu lagi risiko untuk diperhatikan: neraca Indonesia saat ini mungkin akan tetap menjadi fokus bagi investor. Kekurangan melebar menjadi 3,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada kuartal ketiga—yang terbesar dalam lebih dari empat tahun.
Dengan bantuan pelaporan dari Randy Thanthong-Knight
Keterangan foto utama: Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-O-Cha. (Foto: AFP/Getty Images/Prakash Mathema)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "3 Pemilu Penting di Asia Tahun 2019 yang Harus Diperhatikan Investor - Mata Mata Politik"
Posting Komentar