Mendekati pemungutan suara pemilu pada 14 Februari 2024, kesibukan tidak hanya terlihat dari peserta dan penyelenggara pemilu. Sejumlah tokoh dan elemen masyarakat sipil terus membuat gerakan untuk mengawal jalannya pemilu agar berlangsung secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Gerakan publik itu pun menguat seiring kekhawatiran terjadinya pelanggaran yang masif dan berdampak pada legitimasi hasil pemilu.
Para tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa, misalnya, ”turun gunung” menemui sejumlah pemimpin bangsa. Gerakan Nurani Bangsa yang dipimpin istri dari Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, menemui Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Kamis (11/1), dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, Minggu (14/1).
Sementara sejumlah elemen masyarakat sipil dan sivitas akademika membangun komunitas dan platform untuk mengawal pemilu. Beberapa di antaranya adalah aplikasi Jaga Suara 2024, Jagapemilu.com, kecuranganpemilu.com, dan Jagasuaramu.id. Aplikasi dan laman khusus itu tak hanya mengawal pemilu pada tahapan rekapitulasi suara, tetapi juga untuk melaporkan dugaan pelanggaran pemilu.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, mengatakan, masyarakat sipil dan publik pada umumnya harus mengambil peran dalam mengawal proses Pemilu 2024. Sebab, ada banyak potensi pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan oleh berbagai aktor kepentingan. Jika hal itu terus dibiarkan, akan berdampak pada kepercayaan publik terhadap proses dan hasil pemilu.
Baca juga: Ada Upaya Penggunaan Kekuasaan, Tokoh Bangsa Minta Presiden Jokowi Netral
”Peserta pemilu, penyelenggara pemilu, pengadilan, aparat, dan birokrasi bisa tergelincir. Karena itu, suara masyarakat sipil harus terus digaungkan dan terkonsolidasi,” ujar Titi saat bincang Satu Meja The Forum bertajuk ”Mengapa Pemilu Harus Dikawal?” yang disiarkan Kompas TV, Rabu (17/1/2024) malam.
Diskusi yang dipandu Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo itu dihadiri pula oleh Co Captain Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Sudirman Said; Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Juri Ardiantoro; Deputi Politik 5.0 Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Andi Widjajanto; serta tokoh Gerakan Nurani Bangsa Alissa Wahid.
Pemilu paling kritis
Menurut Titi, Pemilu 2024 merupakan pemilu paling kritis sejak pemilu di era reformasi. Ada pergeseran permasalahan dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Pada pemilu sebelumnya, permasalahan yang muncul cenderung sektoral, seperti penyelenggara yang kurang kompeten. Sementara pada Pemilu 2024, hampir semua lini bermasalah, mulai dari sisi aturan, penyelenggara pemilu, hingga proses dan tahapan pemilu.
Berbagai kontroversi pelanggaran penyelesaiannya tidak bulat dan masih menyisakan pertanyaan. Beberapa di antaranya dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara, kepala desa, dan bantuan sosial. Penanganan dugaan pelanggaran tersebut seringkali tidak tuntas sehingga memberikan keraguan kepada publik terhadap proses pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Baca juga: Gerakan Kawal Pemilu Terus Bermunculan
”Kalau di Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 sebenarnya gerakan serupa sudah ada, tetapi panggilan moralnya untuk menyatukan masyarakat supaya tidak terpolarisasi dan kembali bersatu setelah pemilu usai. Sekarang itu bertambah pada bagaimana kita memastikan pemilu ini tidak curang, bagaimana memastikan supaya suara kita murni,” ucap Titi.
Menurut Sudirman, tim dari Anies-Muhaimin juga merasakan kegelisahan yang sama dengan para tokoh bangsa dan masyarakat sipil. Sebab, ada etik yang dilanggar oleh pihak-pihak yang seharusnya menjadi wasit dalam pemilu justru terlibat sebagai pemain. Berbagai dugaan pelanggaran pun terus bermunculan yang dianggap sebagai dampak ikutan dari sikap yang ditunjukkan pemimpin. Kepercayaan publik bahkan terus tergerus karena penanganan dugaan pelanggaran yang tidak pernah tuntas dan menimbulkan pertanyaan.
”Kalau kita urut ke belakang, hulunya adalah ketika seorang pemimpin negara yang seharusnya menjaga semuanya, menggunakan kemenangannya untuk mendorong keluarganya. Itu hulu dari kerusakan kepercayaan publik,” tuturnya.
Sudirman merasa prihatin atas situasi demokrasi yang dibangun dengan susah payah sejak 1998. Pada periode kali ini, demokrasi seperti dirusak oleh tindakan nepotisme serta pelanggaran undang-undang dan etika. Padahal, semestinya pemimpin mengutamakan kepatutan, bukan sekadar hukum.
Baca juga: Pelanggaran Menggerus Kepercayaan pada Pemilu
”Barangkali ada kemenangan secara politik, tetapi legitimasinya akan menjadi pertanyaan besar. Karena itu, kami berterima kasih kepada masyarakat sipil yang ingin mengembalikan pemilu pada jalurnya sehingga kerusakan kepercayaan publik tidak akan berlanjut,” katanya.
Andi mengatakan, kegelisahan terhadap Pemilu 2024 dimulai saat putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut mengubah aturan syarat calon presiden dan wakil presiden sehingga membuat Gibran dicalonkan sebagai cawapres. Terlebih, Ketua MK saat itu, Anwar Usman, merupakan paman dari Gibran sehingga memperkuat kekhawatiran adanya nepotisme.
Baca juga: Ketua MK Anwar Usman Dijatuhi Sanksi Berat, Diberhentikan hingga Dilarang Mengadili
Situasi itu dikhawatirkan mengakibatkan konsolidasi demokrasi berjalan mundur. Demokrasi yang seharusnya sudah membahas mengenai visi, misi, dan program kerja justru masih berkutat pada kelembagaan penyelenggara demokrasi. Lembaga negara yang seharusnya netral dan tidak terlibat dalam pemenangan justru dikhawatirkan ikut menjadi bagian dari strategi pemenangan.
”Kalau 03 (Ganjar-Mahfud) dan 01 (Anies-Muhaimin) yang berbicara tentang kecurangan-kecurangan, yang ada kami dianggap subyektif, dianggap menyuarakan apa yang menjadi kepentingan 01 dan 03. Karena itu, kami senang, tokoh-tokoh dan masyarakat sipil yang membawa suara ini sehingga kami bisa melihat, bisa bergandengan, untuk memastikan konsolidasi demokrasi berjalan,” kata Andi.
Narasi negatif
Namun, Juri menampik bahwa TKN Prabowo-Gibran turut mengorkestrasikan dukungan dari sejumlah pihak yang berpotensi melanggar aturan. Pihaknya selalu mengingatkan kepada capres-cawapres, tim kampanye, serta sukarelawan untuk mematuhi aturan. Ia justru mendorong Bawaslu untuk mengusut seluruh dugaan pelanggaran agar tidak menimbulkan persepsi bahwa kecurangan dilakukan Prabowo-Gibran.
Di sisi lain, pihaknya juga merasa dirugikan atas tindakan dari sebagian penyelenggara pemilu yang membuat narasi negatif kepada Gibran. Kasus pembagian susu di area Hari Bebas Kendaraan Bermotor di Jakarta telah dinyatakan tidak memenuhi unsur pelanggaran kampanye oleh Bawaslu RI. Namun, oleh Bawaslu Jakarta Pusat, kegiatan itu diduga melanggar peraturan hukum lain. Padahal, semestinya, Bawaslu bekerja berdasarkan undang-undang pemilu, bukan peraturan gubernur.
”Kami juga punya kepentingan yang sama bahwa seluruh proses pemilu sampai pada hasilnya nanti adalah satu pemilu yang punya integritas dan legitimasi yang kuat, pemimpin yang terpilih dalam pemilu ini juga harus punya legitimasi yang kuat,” kata Juri.
Alissa mengatakan, berbagai peristiwa dugaan pelanggaran dan ketegangan dalam kontestasi pemilu membuat para sesepuh dan guru bangsa menjadi gelisah. Apalagi, persoalan etika dan moralitas cenderung terpinggirkan demi memenuhi kepentingan mendapatkan kekuasaan. Padahal, pemilu hanya bagian dari transisi kepemimpinan yang mestinya dilaksanakan secara demokratis dan bermartabat.
Baca juga: Tokoh Bangsa Serukan Jaga Keutuhan di Tengah Pemilu
Ia mengingatkan, pemilu merupakan satu fase dalam perjalanan hidup bangsa. Oleh karena itu, seluruh proses dalam memilih pemimpin semestinya dilakukan dengan baik dan bermartabat. Presiden sebagai pemimpin tertinggi bangsa harus memastikan netralitas sejati kepada seluruh penyelenggara negara agar kompetisi berlangsung dengan baik. Sebab, pemilu damai tidak bisa terwujud tanpa keadilan.
Alissa mengemukakan kembali salah satu pernyataan Gus Dur, ”Perdamaian tanpa keadilan hanyalah ilusi. Pemilu damai tanpa pemilu jujur adil, hanyalah ilusi.”
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Problem Hampir di Semua Lini, Pemilu 2024 Jadi Pemilu Paling Kritis Sejak Reformasi - kompas.id"
Posting Komentar