JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni mengkritik aturan baru kampanye yang melarang partai melakukan kampanye ke publik melalui media massa selama 7 bulan, sejak 17 Februari 2018 hingga 23 September 2018.
Menurut dia, ketentuan tersebut membuat PSI sebagai partai baru tidak memperoleh kesempatan yang cukup untuk mensosialisasikan partainya kepada calon pemilih.
"Saya kurang setuju dengan gaya kita sebagai bangsa yang sangat heavy regulated (semua harus diatur). Kalau prinsipnya keadilan, ini tidak adil untuk partai baru," ujar Raja saat menanggapi sosialisasi pengaturan kampanye Pemilu 2019 berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Sari Pan Pacific, Jakarta (26/2/2018).
Raja menyarankan agar keempat gugus tugas yang terdiri dari Bawaslu, KPU, KPI dan Dewan Pers tidak melarang sosialisasi partai selama 7 bulan.
Ia meminta agar Bawaslu dan ketiga lembaga tersebut mengatur ketentuan baru itu secara proporsional.
(Baca juga: Alasan Bawaslu Minta Parpol Puasa Kampanye Selama 7 Bulan)
"Kalau sosialisasi lagi, kita diajak ngobrol karena kita kan stakeholder utama peserta pemilu. Hal yang bersifat prinsipiil lah yang diatur, yang tidak mengurangi kebebasan partai dalam melakukan sosialisasi politik," ujar Raja.
Ia juga tidak mempermasalahkan jika ada pimpinan parpol yang memanfaatkan media massa untuk kampanye politik. Menurut dia, publik juga sudah mampu menilai secara cerdas berbagai aktivitas kampanye politik.
"Mungkin ada orang mendirikan partai, dia punya televisi dan dengan televisi dia menampilkan, why not. Itu adalah kompetisi yang sah saja dilakukan oleh siapapun," kata dia.
Yang terpenting, kata dia, bahwa kegiatan sosialisasi internal maupun kampanye tidak menyinggung Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) serta tidak merusak tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila.
Tidak Adil
Hal yang sama juga diutarakan oleh Partai Garuda. Sekretaris Jenderal Partai Garuda Abdullah Mansuri mengatakan, ketentuan baru ini cenderung tidak adil antara parpol lama dan parpol baru.
Menurut dia, Partai Garuda membutuhkan jeda waktu tersebut untuk menepis berbagai fitnah yang selama ini menghampiri partainya.
"Kurangnya informasi publik ke parpol, asumsi masyarakat memfitnah kami, dituduh PKI, dituduh Nazi," ujar Abdullah.
(Baca juga: Bandel Tayangkan Iklan Perindo, MNC Group Disentil KPU Pusat
Selain itu Abdullah juga melihat tingginya pemilih pemula yang potensial di tahun 2019. Sehingga mengacu pada undang-undang pemilu, Abdullah ingin partainya bisa melakukan pendidikan politik kepada mereka.
Aturan baru soal masa kampanye Pemilu 2019 yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 dikeluhkan oleh partai politik dan juga media massa.
Alasannya, parpol peserta Pemilu 2019 dilarang melakukan kampanye melalui media massa terhitung sejak 20 Februari hingga 22 September 2018.
" Parpol dan juga pihak televisi merasa keberatan dengan larangan iklan kampanye parpol di media massa. Kami memahami bahwa ada pertalian antara iklan dengan pemasukan (media televisi)," ungkap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Wahyu Setiawan ketika ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (21/2/2018).
Parpol ingin tetap ada kebebasan untuk melakukan kampanye di media massa. Tak perlu menunggu sampai tujuh bulan lamanya, agar bisa melakukan aktivitas kampanye.
Komisi Pemilihan Umum melarang parpol berkampanye di media, baik elektronik maupun cetak.
Baca Lagi Aje http://nasional.kompas.com/read/2018/02/26/18172791/dua-parpol-baru-ini-nilai-aturan-kampanye-pemilu-2019-merugikan
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dua Parpol Baru Ini Nilai Aturan Kampanye Pemilu 2019 Merugikan"
Posting Komentar