Partai Berkarya yang digawangi Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto menargetkan duduk di peringkat tiga pemilihan legislatif tahun 2019.
Namun pengamat memprediksi 'simbol Orde Baru tidak akan meloloskan' Partai Berkarya dari ambang batas parlemen, senasib dengan tiga partai yang didirikan trah Cendana pada beberapa pemilu sebelumnya.
Ketua Umum Partai Berkarya, Neneng Tutty, menyebut Tommy Soeharto sebagai tokoh sentral organisasinya.
Ia mengatakan menjelang pemilu Tommy akan intensif mengkampanyekan program yang pernah dijalankan Soeharto.
"Dia adalah ketua dewan pembina partai kami. Jadi dia pasti akan mengikuti ayahnya. Trilogi pembangunan, ekonomi kerakyatan, swasembada pangan, akan kami teruskan," ujar Neneng kepada BBC Indonesia, Senin (19/02).
Trilogi pembangunan Orde Baru yang disebut Neneng terdiri dari stabilitas nasional dinamis, pertumbuhan ekonomi tinggi, dan pemerataan pembangunan.
Merujuk data Komisi Pemilihan Umum, Partai Berkarya memiliki 409.022 anggota dengan tingkat keterwakilan perempuan mencapai 36,36%.
Jumlah anggota Partai Berkarya lebih tinggi dibandingkan sejumlah partai lama, antara lain Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang hanya beranggotakan 339.224 orang.
Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Kebangkitan Bangsa juga berada di bawah Partai Berkarya, masing-masing dengan 300.158 dan 375.254 anggota.
Meski demikian, pengajar ilmu politik di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Mada Sukmajati, menyebut Partai Berkarya hingga saat ini belum pernah memaparkan program politik secara gamblang ke publik.
Mada menilai partai itu hanya akan menggantungkan nasib mereka pada Tommy Soeharto sebagai simbol Orde Baru dan tidak menawarkan program nyata.
"Masih sumir, pernyataan Partai Berkarya akan menjual program Orde Baru. Masyarakat juga belum melihatnya. Mereka hanya menjual Orde Baru lewat Tommy dan simbol beringin dan warna kuning," kata Mada kepada BBC Indonesia.
Dalam situs resminya, Partai Berkarya menyatakan misi mereka adalah meningkatkan partisipasi politik dan memperjuangkan kepentingan masyarakat serta memperjuangkan ideologi partai.
Terkait ideologi partai, Mada menyebut diferensiasi partai di Indonesia hanya berbasis Pancasila dan agama.
Partai yang berideologi Pancasila, kata dia, termasuk Partai Berkarya, tidak memiliki perbedaan satu sama lain.
"Partai baru ini tidak menawarkan ideologi, visi, misi dan program baru. Yang mereka tawarkan adalah improvisasi program, hanya mood atau keinginan publik saat ini," tutur Mada.
Setelah era reformasi, partai bernuansa keluarga Soeharto yang pernah berpartisipasi pada pemilu adalah Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), yaitu pada 2004 dan 2009.
PKBP meraih dua kursi pada 2004, namun gagal menempatkan perwakilan di DPR pada 2009. Tahun 2004, PKBP secara terang-terangan berniat mengusung putri sulung Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut, menjadi presiden.
Namun rencana itu gagal karena PKBP tak mencapai batas ambang pencalonan presiden.
Dua partai lain yang pernah didirikan anggota keluarga Cendana adalah Partai Karya Republik dan Partai Nasional Republik. Dua partai itu tidak pernah mengikuti pemilu.
Menurut Mada, dengan logo pohon beringin dan warna serba kuning, Partai Berkarya berupaya menarik dukungan dari simpatisan dari partai Golkar. Apalagi, kata dia, Berkarya juga memiliki visi dan misi yang nyaris serupa dengan Golkar.
"Saya menduga mereka berusaha meraup suara dari pendukung Golkar yang kecewa dengan kinerja pimpinan partai itu. Mereka berharap limpahan suara dari pemilih Golkar," ujar Mada.
'Masih abu-abu'
Pada pengundian nomor urut di kantor KPU, Jakarta, Ahad lalu, Tommy hadir mewakili Partai Berkarya. Ketika ditanya pers tentang target perolehan suara di pemilu 2019, putra bungsu Soeharto itu tidak menjawab secara tegas.
"Nanti saja ya. Ini waktunya udah mepet. Nanti saja. Intinya kami akan berbakti kepada bangsa dan negara," ucapnya seperti dilansir Kompascom.
Saat berbincang dengan BBC Indonesia, Neneng menyebut partainya ingin mencalonkan presiden. Artinya, perolehan suara Partai Berkarya setidaknya harus mencapai 20% suara sah nasional.
"Kami harus bisa mencalonkan presiden. Kami harus bisa ikut serta (pilpres), entah siapa calonnya, karena masih jauh," ucapnya.
Menurut Mada Sukmajati, target pemilih yang disasar Partai Berkarya berkisar pada mereka yang pernah merasakan pemerintahan Soeharto. Jumlah itu disebutnya kecil dibandingkan pemilih tahun 2019 yang didominasi pemilih muda.
"Pasar mereka tidak terlalu besar. Yang bisa mereka mainkan adalah memori orang yang mengalami langsung Orde Baru, bukan pemilih muda," ujarnya.
Merujuk data Saiful Mujani Research & Consulting, 55% pemilih pada pemilu 2019 berusia 17-38 tahun. Adapun, penduduk potensial pemilih pemilu 2019 yang dicatat Kementerian Dalam Negeri berjumlah 196,5 juta orang.
"Narasi 'piye, enak zamanku' sempat viral, tapi ketika dikonfirmasi secara elektoral, jumlahnya tidak bisa melewati ambang batas."
"Kalau hanya memainkan narasi itu, ya akan terus gagal. Kecuali kalau mereka bisa meyakinkan publik soal program-program masa lalu yang bagus," kata Mada.
Selain Partai Berkarya, tiga partai baru yang akan berpartisipasi pada pemilu 2019 adalah Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Partai Garuda dipimpin Ahmad Ridha Sabana. Sedangkan Perindo diketuai pengusaha Hary Tanoesoedibjo dan PSI dipimpin eks pembawa berita, Grace Natalie.
Garuda beranggotakan 693.191 orang, terbanyak kedua setelah Partai Hati Nurani Rakyat yang memiliki anggota 828.225 orang.
Dari 14 partai peserta pemilu 2019, jumlah anggota Perindo terbesar keempat, yaitu 629.859 orang.
Sementara itu, PSI tercatat beranggotakan 332.172 orang.
Baca Lagi Aje http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43116035Bagikan Berita Ini
0 Response to "Seberapa kuat partai bernuansa Orde Baru bertarung di Pemilu 2019?"
Posting Komentar