Memasuki masa pemilihan umum (Pemilu) biasanya partai-partai politik akan membuat sejumlah kaos dan atribut lainnya untuk keperluan kampanye para calon Presiden-Wakil Presiden, legislatif, dan kepala daerah yang diusungnya.
Berkat itu sejumlah pedagang biasanya kebagian berkah di musim politik, secara khusus pedagang atribut partai di Pasar Senen, Jakarta Pusat. Meski nampak menguntungkan, namun tak selamanya euforia saat musim politik berbuah manis.
Seorang penjual atribut partai Pasar Senen bernama Joe misalkan, yang mengaku pernah mendapat orderan kaos politik dari salah satu calon legislatif (caleg) namun usai kaos tersebut selesai dibuat, ternyata yang bersangkutan tidak bisa mengambil barang pesanannya.
"Dulu pernah ada menerima pesanan tapi nggak diambil. Jadi dia pesan nih, sudah dipesan nih barang, memang sudah DP, tapi kan masih ada setengah (sisa pembayaran yang belum diterima). Nggak diambil, kita telepon nggak di angkat," kata Joe kepada detikcom, Rabu (3/1/2024).
"Itu pas awal-awal kita main (terima pesanan dari) caleg, sudah tergiur sama duitnya (omzet dari pesanan itu) kita kasih DP (Down payment) murah ehh nggak diambil," tambahnya.
Masalahnya, menurut Joe kaos yang sudah selesai di sablon tidak bisa dijual kembali. Di sisi lain ia masih harus melakukan pembayaran ke pabrik konveksi tempatnya memesan kaos tersebut. Akibatnya ia mengaku pernah rugi Rp 10 juta karena kejadian ini.
"Kalau barang nggak diambil, kita gimana sama konveksinya? Kita kan juga nggak enak sama konveksinya, kan kita oper lagi (teruskan pesanan kaos partai) ke konveksi. Kaosnya juga nggak bisa dijual lagi ke yang lain kan," terang Joe.
Karena pengalaman ini, Joe selalu menetapkan biaya DP pemesanan kaos atau atribut partai lainnya sekitar 60% atau lebih dari total biaya produk yang dipesan. Dengan begitu, setidaknya ia tidak akan rugi walaupun juga tidak mendapat untung.
"Makanya kita mendingan DP (pesanan) 60%. Kenapa 60%? Walaupun nggak diambil kita nggak rugi, paling (rugi) tenaga doang. Nggak dapat untung, paling ya tenaga doang," jelasnya.
Berbeda lagi dengan pedagang atribut partai lain bernama Sokani yang mengaku pernah menerima pesanan namun yang bersangkutan tidak bisa melunasi sisa pembayaran meski barang sudah dikirim.
"Saya terima pesanan ya juga pernah kena masalah, sisa tagihan. Biasanya pemain-pemain caleg baru, termasuk pilkada, jadi minta dikirim dulu, bayar-bayar-bayar terus tiba-tiba bubar (sisa tagihan tidak dibayar)," kata Sokani.
Menurutnya kondisi ini bisa saja terjadi lantaran para calon sudah kehabisan dana saat berkampanye. Bahkan ia mengaku pernah kehilangan total Rp 500 juta saat musim pemilu 2004 lalu karena banyak pemesan yang tidak bisa melunasi tagihannya.
"Itu pengalaman hampir setiap pemilu, dari siapa saja (calon dari berbagai daerah). Kalau pengalaman paling besar, 2004 kali ya, waktu itu total gagal bayar Rp 500 juta, itu dari mana-mana ya bukan satu orang. Waktu itu pemilu memang lagi ramai-ramainya, pesanan banyak dari berbagai daerah," terangnya.
(fdl/fdl) Baca Lagi Aje https://news.google.com/rss/articles/CBMib2h0dHBzOi8vZmluYW5jZS5kZXRpay5jb20vYmVyaXRhLWVrb25vbWktYmlzbmlzL2QtNzEyMjMxMy90ZXJpYWthbi1waWx1LXBlZGFnYW5nLWF0cmlidXQtcGFydGFpLWRpLXRhaHVuLXBlbWlsddIBc2h0dHBzOi8vZmluYW5jZS5kZXRpay5jb20vYmVyaXRhLWVrb25vbWktYmlzbmlzL2QtNzEyMjMxMy90ZXJpYWthbi1waWx1LXBlZGFnYW5nLWF0cmlidXQtcGFydGFpLWRpLXRhaHVuLXBlbWlsdS9hbXA?oc=5Bagikan Berita Ini
0 Response to "Teriakan Pilu Pedagang Atribut Partai di Tahun Pemilu - detikFinance"
Posting Komentar