“Saya memutuskan untuk tidak ikut pemilu. Karena pemerintah tidak mampu meyakinkan saya sebagai pemilih atau warga negara,” kata Ye Wai Phyo Aung, penduduk Myanmar yang merasa dikecewakan oleh Aung San Suu Kyi dan partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) kepada DW.
Padahal pada pemilu lalu, Ye bangun pukul empat pagi agar bisa menjadi yang pertama tiba di tempat pemungutan suara.
NLD yang pada 2015 tampil dengan slogan kampanye “waktunya bagi perubahan,” tidak mampu mencatatkan banyak kemajuan selama berkuasa. Pertumbuhan ekonomi merangkak di bawah ekspektasi, sementara kebebasan pers dan berpendapat masih dibatasi.
Dalam kasus pengusiran terhadap warga Rohingya, NLD juga memihak militer. Pun perundingan damai dengan kelompok pemberontak di wilayah perbatasan menemui jalan buntu.
Pakar Myanmar asal Polandia, Michal Lubina, yang baru menulis buku tentang Aung San Suu Kyi, mengatakan “pemenang Nobel perdamaian dari Myanmar itu berjanji membawa perubahan pada pemilu 2015. Tapi kekuasaannya sama sekali tidak menandakan perubahan, melainkan modifikasi dari kekuasaan militer, bukan sebuah transformasi mendasar.”
Peluang kemenangan NLD
Meski demikian, peneliti International Crisis Group (ICG) di Brussels, Richard Horsey, meyakini NLD dan Aung San Suu Kyi tidak akan kesulitan memenangkan pemilu. Untuk itu menurutnya ada beberapa alasan.
Untuk pertamakalinya dalam pemilu di Myanmar, pemilih lebih memperhatikan kinerja dan pencapaian, ketimbang integritas moral seperti yang biasa diutamakan oleh budaya politik lokal yang dipengaruhi Buddhisme.
Ironisnya, kecaman internasional terhadap Aung San Suu Kyi terkait isu Rohingya semakin memperbesar peluangnya dalam pemilu kali ini. Dalam tema ini, sebagian besar penduduk mendukung sikap penerima nobel perdamaian itu.
Saat ini di Myanmar semua keberhasilan pemerintah disematkan kepada Aung San Suu Kyi, sementara setiap kegagalan diklaim bersumbu pada militer, struktur korup, pegawai negeri yang malas atau diakibatkan musuh asing.
Alasan kedua adalah tidak adanya alternatif lain. Kebanyakan warga di Myanmar mengenang era pahit kekuasaan militer dan kendaraan politiknya,
Baca Lagi Aje https://www.tribunnews.com/internasional/2020/11/06/pemilu-di-myanmar-marjinalkan-etnis-minoritasBagikan Berita Ini
0 Response to "Pemilu di Myanmar Marjinalkan Etnis Minoritas - Tribunnews"
Posting Komentar