WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Gedung Putih menjadi sorotan setelah mengaku menghentikan pemberian laporan mengenai keamanan Pemilu AS kepada komite intelijen Kongres.
Situasi itu kemudian memantik spekulasi, bahwa Washington sengaja menutupi keterlibatan Rusia untuk membantu Presiden Donald Trump.
Manuver itu muncul dua bulan jelang Pemilu AS, di mana Trump tak lagi mengomentari soal peluang intervensi asing dan dia menuding Demokrat membocorkan informasi.
Baca juga: Pilpres AS: Mungkinkah Joe Biden Kalahkan Trump dan Jadi Presiden?
"Mungkin Schiff si Penipu. Tapi bisa jadi yang lain juga. BOCOR kepada Fake News," kata dia di Twitter, merujuk pada Ketua Komite Intelijen Kongres AS, Adam Schiff.
Dia tidak memberikan bukti atas klaimnya, yang terus diucapkannya selama sekitar 3,5 tahun dia menjabat sebagai Presiden AS.
"Tak peduli siapa itu, orang-orang rendahan ini selalu memainkan narasi Rusia dan China. Harus bermain lebih baik dari mereka," kata dia.
Keputusan Gedung Putih menghentikan laporan mengenai keamanan pemilu bakal memberi sedikit dampak, dilansir AFP Minggu (30/8/2020).
Kongres memang masih bisa mendapatkan laporan rahasia secara tertulis. Tapi, mereka tidak akan bisa menanyai Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI) terkait temuan mereka.
Politisi Demokrat di Kongres pun merespons marah, di mana mereka menuding petahana yang berusaha menutupi keterlibatan Kremlin.
Baca juga: 5 Fakta Kamala Harris, Cawapres Joe Biden di Pilpres AS
Dalam kicauannya, Schiff menyatakan Trump sempat memecat direktur intelijen nasional agar kampanyenya mendapat bantuan Moskwa.
"Kini, dia menghentikan semuanya. Trump ingin memastikan publik AS tidak tahu bagaimana Moskwa membantunya terpilih lagi," tuding Schiff.
Schiff dan Ketua DPR AS Nancy Pelosi dalam pernyataan terpisah menyerukan agar Gedung Putih melanjutkan lagi pelaporan laporan rahasia mereka.
Keduanya mengancam jika sampai pemerintah AS tidak bersedia menurut, mereka akan menggunakan segala sumber daya untuk memaksa Washington.
Direktur telik sandi John Ratcliffe menjelaskan kepada komite intelijen Senat dan DPR AS mengenai perubahan kebijakan, dalam surat bertanggal 28 Agustus.
Baca juga: Kamala Harris, Cawapres Biden untuk Pilpres AS Dikenal sebagai Sosok Pendobrak
"Belum pernah terjadi sebelumnya"
Dalam tulisannya, Ratcliffe mengklaim bahwa ODNI ingin memastikan bahwa segala informasi yang mereka gunakan tidak dipolitisasi.
"Ini juga sekaligus melindungi sumber kami dan metode mengenai informasi paling sensitif dari penyalahgunaan metode," kata Ratcliffe.
Kepala Staf Gedung Putih Mark Meadows menyatakan, terakhir kali mereka memberi informasi rahasia, para politisi itu akan keluar dan membocorkannya kepada media.
Wakil Ketua Komite Intelijen Senat Mark Warner menyatakan, pemberian informasi in-person merupakan upaya melindungi demokrasi AS dari politisasi dan intervensi asing, serta non-partisan.
Baca juga: Akurat sejak 1984, Profesor Sejarah Ini Prediksi Trump Bakal Kalah di Pilpres AS
Baik komunitas telik sandi AS hingga mantan Ketua Badan Penyelidik Federal (FBI) Robert Mueller berujar, Kremlin mengintervensi Pilpres AS 2016 agar Trump terpilih.
William Evanina, Direktur Pusat Keamanan dan Kontraintelijen, memperingatkan Rusia, Iran, hingga China berusaha merusak pesta demokrasi AS tersebut.
Kemudian pada Agustus, komite intelijen yang dikomandoi Partai Republik merilis laporan paling detil mengenai Pilpres empat tahun lalu.
Dikatakan bahwa tim kampanye Trump menerima tawaran Rusia, di mana Moskwa melakukan komunikasi dengan pihak dari tim kampanyenya.
Baca juga: Kepala Intelijen AS: China, Rusia, dan Iran Berusaha Pengaruhi Pilpres AS Tahun Ini
Baca Lagi Aje https://www.kompas.com/global/read/2020/08/30/172920570/gedung-putih-hentikan-laporan-keamanan-pemilu-as-ke-kongres?page=allBagikan Berita Ini
0 Response to "Gedung Putih Hentikan Laporan Keamanan Pemilu AS ke Kongres - Kompas.com - KOMPAS.com"
Posting Komentar