JAKARTA, KOMPAS - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP bertekad untuk terus melakukan sosialisasi ideologi Pancasila terutama menjelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Demokrasi Pancasila harus menjadi landasan pegangan dalam menghadapi pesta demokrasi. Hal ini terutama untuk menjaga pemilu yang damai dan bermartabat.
”Nilai keutamaan Pancasila menjadi gugus insting memengaruhi cara berpikir, bertindak, berelasi elite politik, pelaku pasar, dan masyarakat,” ujar pakar komunikasi politik yang juga Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo, dihubungi pada Minggu (2/7/2023).
Sebelumnya, pada Sabtu (1/7/2023), BPIP juga terlibat dalam penyelenggaraan Seminar Sosialisasi 4 Pilar Konsensus Kebangsaan di Gereja Sidang Jemaat Alah (GSJA) Maranatha Family, Kota Batu, Jawa Timur. Selain Benny, seminar yang dihadiri 350 peserta ini juga menghadirkan pembicara lain, yaitu anggota Komisi XI DPR, Andreas Eddy, dan dan Pendeta Chrysta Andreas.
Benny menegaskan bahwa sosialisasi serupa akan terus digelar dengan menyasar beragam kelompok masayarat. Mulai tahun ajaran baru pada Juli mendatang, Pendidikan Moral Pancasila juga akan diajarkan dari tingkatan Pendidikan Anak Usia Dini hingga Sekolah Menengah Atas. “Masuk kurikulum sebagai pelajaran yang wajib. Setelah 25 tahun pendidikan Pancasila tidak ajarkan lagi,” tambah Benny.
Kelompok sasaran sosialisasi Pendidikan Moral Pancasila menjelang Pemilu 2024, terutama menyasar generasi Z dan pengguna media sosial. Hal ini bertujuan agar nilai-nilai keutamaan Pancasila menjadi bagian dari eksistensi dalam kehidupan bernegara. ”BPIP memiliki tangung jawab agar pemilu ke depan berlangsung damai. Dibutuhkan kesadaran bersama menjaga NKRI,” kata Benny.
Pada Seminar Sosialisasi 4 Pilar Konsensus Kebangsaan di Gereja Sidang Jemaat Alah (GSJA) Maranatha Family, Andreas Eddy menegaskan tentang pentingnya menjaga 4 pilar kebangsaan. Empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia harus menjadi pedoman dalam menghadapi pesta demokrasi mendatang.
Menjelang Pemilu 2024, Andreas juga mengajak masyarakat supaya jangan terpolarisasi. Bangsa Indonesia harus menjadi bangsa yang lebih dewasa dalam berpolitik. Selain itu, masyarakat perlu bekerja sama mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Pendeta Chrysta juga mendorong umat Kristen untuk terlibat dalam kehidupan politik. ”Masyarakat Kristen tidak mau terlibat, padahal politik juga menentukan peraturan-peraturan yang ada di sekitar kita. Kalau tidak menjadi pemilih cerdas ataupun terjun ke politik, peraturan akan dibuat oleh orang-orang lain,” ujarnya.
Beragam
Chrysta menegaskan bahwa Pancasila harus betul-betul dihidupi oleh masyarakat Indonesia. Apalagi, dari zaman dahulu, masyarakat Indonesia sudah beragam. ”Dicatat di kitab-kitab zaman Majapahit, sudah banyak suku dan agama yang bekerja sama. Indonesia harusnya menjadi negara yang seperti itu: negara yang bekerja sama lintas agama dan suku bangsa di Indonesia,” ujarnya.
Dalam paparan di seminar tersebut, Benny Susetyo menyatakan bahwa demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang menjunjung tinggi kemanusiaan. Demokrasi Pancasila berbicara tentang rasa ketuhanan, rasa kemanusiaan, rasa persatuan, dan rasa keadilan. Rasa ketuhanan terwujud dalam rasa cinta kepada Tuhan sehingga memunculkan rasa kemanusiaan.
Mencintai Tuhan berarti juga bahwa umat manusia harus mencintai sesamanya. Dengan demikian, masyarakat diajak menjunjung tinggi martabat manusia. Kehadiran manusia jangan sampai direduksi menjadi alat produksi.
”Hukum rimba tidak berlaku. Hukum melindungi semua orang sehingga tercipta persatuan dan karena martabat manusia dianggap tinggi, maka keadilan, dengan hukum melindungi semua orang, tercipta. Itulah demokrasi Pancasila,” kata Benny.
Ke depan, demokrasi Pancasila seharusnya menjadi acuan kebenaran untuk melaksanakan politik di Indonesia. Demokrasi Pancasila juga harus menjadi acuan bagi elite politik. Namun, dia menilai, pelaksanaan demokrasi Pancasila saat ini menghadapi beberapa tantangan, seperti kabar bohong atau hoaks yang muncul di media sosial.
”Masyarakat harus sadar bagaimana melihat media sosial. Media sosial sering kali menawarkan persepsi, bukan kebenaran. Persepsi belum tentu fakta. Saat terus-menerus persepsi tanpa kebenaran ditawarkan, maka persepsi itu menjadi kebenaran,” tuturnya.
Benny mengajak peserta untuk memiliki kemampuan memilah informasi yang ditawarkan di media sosial. Masyarakat harus memiliki literasi digital, kritis, dan mengerti konsensus kebangsaan. Kesadaran digital dan kritis serta konsensus kebangsaan menjadi sangat penting di era yang dijejali dengan berita bohong.
Menyambut Pemilu 2024, masyarakat diajak menjadi pemilih yang cerdas. ”Pemilih yang cerdas kritis, sadar literasi media dan kebangsaan, serta sadar dapil dan calon-calon serta peluangnya. Jangan karena belas kasih, atau rasa kedekatan, atau karena rupawannya. Lihat rekam jejak, lihat cara kerjanya, lihat program-programnya, lihat peluang kemenangannya,” ucapnya.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Jaga Pemilu Damai, Demokrasi Pancasila Harus Jadi Pegangan - kompas.id"
Posting Komentar