Merdeka.com - Seorang politikus tampak resah. Kurang dari sebulan lagi, harus menyerahkan sejumlah berkas ke partai. 24 April 2023, KPU membuka pendaftaran caleg untuk Pemilu 2024. Isu penundaan pemilu menjadi faktor utama. Karena berdampak terhadap persiapan para caleg, termasuk logistik untuk bertarung di dapil masing-masing.
Caleg incumbent tersebut mendengar, isu penundaan pemilu masih terus digulirkan hingga kini. Meskipun parpol telah menolak. Termasuk Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri yang menegaskan, pemilu harus berjalan sesuai jadwal.
Sumber merdeka.com ini yang juga seorang anggota DPR RI mengatakan, setidaknya, ada sejumlah skenario yang masih dilakukan untuk menunda pemilu.
Skenario pertama berasal dari gugatan sistem Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Perkara pengujian UU Pemilu diajukan oleh Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP), Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono.
Sistem coblos Caleg (terbuka) dianggap merugikan partai. Banyak caleg pragmatis dan modal popularitas bisa menang pemilu. Sistem ini dinilai melahirkan liberalisme politik atau persaingan bebas dengan menempatkan kemenangan individual total dalam pemilu.
"Kalau MK putuskan sistem tertutup, KPU bilang tidak siap. Maka pemilu bisa ditunda," ujar sumber itu saat berbincang dengan merdeka.com
Hingga Rabu (29/3), MK masih menggelar sidang gugatan tersebut. Namun sidang harus ditunda 5 April karena ahli pemohon belum bisa dihadirkan di sidang.
Ketua Divisi Teknis KPU RI, Idham Holik menolak tanggapi wacana proporsional tertutup yang bakal menjadi sistem Pemilu 2024. Menurut dia, terlalu spekulatif apabla KPU menanggapi hal yang belum menjadi kepastian hukum.
Namun dia menegaskan, apapun sisten pemilu yang ada di dalam UU Pemilu, maka KPU akan laksanakan. "Kami ini KPU adalah pelaksana UU Pemilu," kata Idham.
Idham juga menegaskan, KPU tak mengenal istilah penundaan pemilu. "Yang ada hanya pemilu susulan dan pemilu lanjutan," imbuhnya.
Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid mengatakan, tidak masuk akal apabila karena sistem pemilu berubah maka pemilu ditunda. Menurut dia, yang bisa menunda pemilu hanya amandemen UUD 1945.
Dia juga meminta pihak-pihak yang masih berupaya menunda pemilu untuk segera menghentikan gerakan tersebut. Selain tidak bagus untuk demokrasi, juga tidak bagus juga untuk pertumbuhan ekonomi.
"Akan mengakibatkan chaos. Nah, sudah lupakan itu," kata Jazilul.
Perihal sistem pemilu, dia menegaskan, Pemilu mendukung coblos caleg (proporsional terbuka). Apabila MK nantinya mengubah sistem menjadi proporsional tertutup, dia anggap hal tersebut sebagai perilaku zolim.
"Itu kalau dalam bahasa agama itu zolim. Jika ada kedzoliman pasti akan ada yang melawan," katanya.
2 dari 6 halaman
Skenario Kedua
Sumber yang sama mengungkapkan, skenario kedua untuk menunda pemilu yakni putusan banding yang dilakukan KPU terhadap gugatan yang dilakukan Partai Prima.
Keputusan ini berawal dari gugatan perdata Partai Prima kepada KPU pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. PN Jakpus mengeluarkan putusan pada Kamis (2/3) kemarin.
Dalam amar putusan PN Jakpus antara lain;
1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500.000.000 kepada Penggugat;
5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari;
6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp410.000.
Sumber merdeka.com mengatakan, hasil rapat KPU dan Komisi III DPR memutuskan banding atas keputusan pengadilan negeri tersebut. Artinya, lanjut dia, akan ada proses yang menghambat dalam konteks waktu sidang.
"Walau keputusan paralel mengatakan tahapan pemilu tetap jalan," ujar seorang politikus parpol pemerintah ini.
Anggota Komisi II DPR, Junimart Girsang juga tak bisa menutupi rasa gusarnya. Dia ikut khawatir putusan PN Jakpus terhadap Prima ini dapat mengganggu jadwal Pemilu 2024 yang telah ditetapkan pada 14 Februari.
Junimart mengatakan, putusan kepada Partai Prima jelas mengganggu tahapan Pemilu. Walaupun KPU menyatakan secara tegas dalam Raker bersama Komisi II pada tanggap 15 Maret yang lalu. "Tidak akan menunda Pemilu," kata Politikus PDIP itu.
Junimart juga mempertanyakan, apakah KPU tidak pernah mengantisipasi bahwa dengan adanya keputusan PN Jakpus tersebut bisa membuat tahapan menjadi terganggu. Akibatnya pemilu bisa tertunda.
Terlebih, kalau dalam putusan banding di Pengadilan Tinggi malah menguatkan gugatan Prima dan pengadilan harus sampai keputusan di Mahkamah Agung.
"Kita lihat saja bagaimana endingnya. Harapan kita semua tentu dengan semangat pemilu tidak ditunda dan atau tertunda," kata Junimart.
Putusan PN Jakpus menjadi polemik di kalangan pakar hukum. PN Jakpus dinilai tak berhak memutuskan penundaan pemilu.
Pakar Hukum Prof Yusril Ihza Mahendra menegaskan, gugatan partai Prima dan KPU bukan masuk ranah pidana, tapi perdata. Sehingga keputusan yang diambil PN Jakpus dianggapnya keliru.
Yusril mengatakan, upaya banding yang dilakukan KPU sudah benar. Yusril mengajak semua pihak mengikuti proses ini sampai dilakukannya peninjauan kembali (PK).
Namun, Yusril menambahkan, ada hal yang perlu diwaspadai. Mengingat putusan PN Jakpus terhadap perkara yang diajukan Partai Prima merupakan putusan serta merta. Dimana putusan dapat saja dieksekusi meski ada banding dan kasasi. Sehingga perlu disiapkan langkah-langkah lanjutan.
"Hanya saja yang patut kita waspadai putusan ini adalah putusan serta merta yang dapat dilaksanakan meskipun ada banding dan kasasi," ungkap Yusril.
Kata Yusril, hakim PN Jakpus yang memenangkan gugatan Partai Prima berpendapat bahwa perkara ini merupakan gugatan perbuatan melawan hukum biasa. Bukan perbuatan melawan hukum oleh penguasa.
3 dari 6 halaman
Pemerintah Diplomatis
Pemerintah hingga kini tak tegas bersikap soal wacana penundaan pemilu. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga mengungkap pernyataan yang normatif.
Menurut dia, pemerintah adalah bagian dari lembaga eksekutif. Artinya, kata dia, bukan pembuat Undang-Undang.
Dia menyerahkan sepenuhnya kepada lembaga yudikatif untuk menentukan keberlangsungan Pemilu 2024.
Kata Tito, sekarang sudah masuk domainnya yudikatif. Indonesia mengenal azas trias politika yang satu sama lain tidak saling mengintervensi.
"Ini sudah masuk MK, berarti masuk ranah yudikatif," ujar Tito di DPR pekan lalu.
Tito menyatakan, pemerintah dalam hal ini mengikuti apapun yang diputuskan oleh MK sebagai lembaga yudikatif. "Silakan putusukan, kalau dia putuskan apa bagi pemerintah sebagai pelaksana ya kita akan ikuti apapun hasilnya," ujar Tito.
Sementara itu, partai politik kompak agar tidak ada penundaan pemilu. Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto menegaskan, gerakan penundaan pemilu sudah tidak ada.
"Enggak ada, enggak ada," singkat Airlangga usai silaturahmi Ramadan bersama Presiden Jokowi di markas PAN, Jakarta.
Senada, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan, tidak ada jalan untuk menunda pemilu. Termasuk lewat putusan PN Jakarta Pusat tersebut.
"Enggak ada jalannya, enggak ada jalannya enggak ada. Kita sudah siap untuk pemilu. Ini pertemuan semua untuk pemilu Tanggal 14 Februari," kata Zul.
Zulkifli tak melihat ada gerakan penundaan pemilu yang digulirkan pihak tertentu.
4 dari 6 halaman
Dampak Penundaan Pemilu
CEO dan Founder PolMark Indonesia Eep Saefulloh Fatah mengatakan, mengapa sistem pemilu mau diubah dalam waktu yang amat sangat mepet dengan jadwal penyelengaraan pemilu. Setelah ada kesepakatan tidak ada perubahan undang-undang pemilu di DPR.
Dia mengatakan, mekanisme kerja konstituisional harus dirawat dan dijaga oleh semua orang. Dia pun heran, sebetulnya apa yang menjadi implikasi dari perubahan sistem pemilu yang waktunya sudah sangat dekat ini.
Menurut Eep, ada sejumlah konsekuensi yang bisa berdampak serius. Misalnya, waktu tidak cukup akhirnya, kualitas penyelenggaraan pemilu bisa sangat terganggu.
Atau bahkan, ujar dia, karena waktu yang tidak cukup, maka akhirnya mau tidak mau terpaksa atas nama alasan teknis yang tidak bisa dihindari, pemilu harus ditunda.
"Ini menurut saya amat sangat mengkhawatirkan," ujar Eep.
Eep menambahkan, sistem pemilu coblos caleg yang digunakan sekarang itu adalah bagian dari perkembangan demokrasi Indonesia yang sudah menjalani 5 pemilu secara demokratis sejak tahun 1999. Sehingga dia tak menemukan dasar harus diubahnya sistem pemilu menjadi coblos parpol.
Dia mengatakan, perubahan itu harus menimbang semua akar sejarah dari pelajaran-pelajaran antar waktu yang sudah diterima. "Kalau dibikin tertutup, maka setback sebetulnya," kata Eep lagi.
Dia mengatakan, sistem proporsional tertutup menjadikan peranan partai menjadi sangat besar dan secara tertutup bisa menentukan siapa saja yang mereka anggap layak dari sisi mereka, bukan dari sisi pemilih untuk jadi wakil rakyat.
Kalau hal ini, ujar dia, dikaitkan dengan gejala kecurangan atau kejahatan pemilu yang selama ini sering didengar, pemilu dengan sistem tertutup justru memberikan peluang lebih besar bagi praktik pemindah suara.
Sebab, kata Eep, parpol yang terlibat di dalam perolehan suara itu diperkecil jumlahnya. Kalau tadinya misalnya setiap partai punya 10 caleg, maka 10 caleg tersebut terlibat dan mengawal distribusi suara.
"Merekalah yang nanti akan bergerak ketika terjadi kecurangan, ketika suara digeser-geser," kata Eep.
Masalah justru akan timbul apabila sistem pemilu diubah menjadi tertutup. Maka mereka yang mengawasi peralihan suara, kecurangan, itu menjadi sangat kecil jumlahnya. Hal ini, kata Eep, memperbesar skala kemungkinan kejahatan pemilu.
5 dari 6 halaman
Solusinya UU Pendanaan Politik
Jadi kalau ada yang mengatakan sistem pemilu tertutup membuat demokrasi yang sangat kapitalistik itu diperbaiki, Eep tidak setuju.
Sebetulnya yang perlu dilakukan untuk membuat demokrasi kita tidak mahal itu bukan mengubah dari terbuka ke tertutup. Yang harus dilakukan adalah, pemerintah harus punya undang-undang pendanaan politik alias political financing. Yang diatur adalah bagaimana pengelolaan dana tersebut, bukan hanya seberapa besar dana itu.
"Bagaimana dipertanggungjawabkan secara transparan. Bagaimana dilaporkan ke publik, itu harus tuntas diatur dalam bagian politcal financing act itu, atau UU pendanaan politik," kata Eep.
Termasuk uang politik yang dikeluarkan dalam setiap kegiatan politik Bukan hanya besarannya, tapi juga membatasi pembelian frekuensi publik oleh pihak yang punya uang berlebih dan meninggalkan ketidakadilan terhadap orang lain.
Eep mencontohkan, ada caleg punya uang banyak. UU itu akan membatasi caleg tidak bisa menaruh 20 spot iklan di setiap stasiun televisi setiap hari. Termasuk juga dari pihak stasiun TV. Tidak boleh karena yang diiklankan adalah politik, yaitu partainya, maka dibatasi oleh undang-undang itu.
"Kalaupun dia kemudian mengiklankan terus menerus, ada pagunya, ada plafonnya," usul Eep.
Ketiga, Undang-Undang pendaan politik tersebut harus melarang apa yang disebut sebagai repayment. Repayment itu adalah jika sumbangan politikus di satu pemilu, maka tidak boleh yang terpilih sebagai pejabat publik membayarnya dengan cara memberi kebijakan atau mempermudah mengakses kebijakan tertentu.
"Misalnya proyek infrastruktur, saya yang ambil gitu, itu nggak boleh. Nah itu diatur Undang-Undang pendanaan politik," kata dia.
6 dari 6 halaman
Untuk Rugi Pemilu Ditunda
Eep menegaskan, tidak ada untungnya penundaan pemilu. Kalau dibilang bahwa partai akan lebih punya persiapan, menurut dia parpol sudah punya waktu lama cukup lama untuk bersiap pertarungan dalam periode lima tahun.
Jadi dari semenjak pendaftaran online partai untuk kebutuhan verifikasi sampai dengan 24 April 2023, pengajuan Daftar Caleg Sementara. Itu waktu sudah sangat cukup.
Sisi lain, jika bicara substantif, kata Eep, penundaan pemilu justru akan menimbulkan masalah. Misalnya, di Indonesia itu, tidak ada satupun aturan termasuk konstitusi yang mengatur bagaimana kalau presiden berlanjut kekuasaannya melampaui 20 Oktober 2024.
"Itu nggak ada loh yang mengatur. Artinya, kita bisa punya krisis konstitusional kenegaran yang serius itu," kata Eep.
Kalau menunda pemilu menyebabkan berkepanjangannya masa jabatan presiden. Tertundanya peralihan kekuasaan, dan terlampaunya 20 Oktober 2024.
"Jadi saya sebagai warga negara menganggap penundaan pemilu itu nggak ada untungnya sama sekali, ruginya banyak banget," tutup Eep.
Ikuti perkembangan terkini seputar berita Pemilu 2024 hanya di merdeka.com
[rnd]
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Skenario Tunda Pemilu yang Terkuak | merdeka.com - Merdeka.com"
Posting Komentar