Search

Tarik Ulur RUU Pemilu, Parpol Terbelah di Senayan Nasional • 1 menit yang lalu - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia --

Rancangan Undang-undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) masih menjadi perdebatan partai politik (parpol) di Senayan. Mayoritas fraksi menolak revisi UU Pemilu dan Pilkada tersebut, namun beberapa masih berkukuh pembahasan RUU Pemilu relevan dan penting dilakukan.

Anggota DPR sekaligus Ketua DPP Partai NasDem Taufik Basari menengarai RUU Pemilu menjadi salah satu regulasi yang kemungkinan menghambat pengesahan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

Prolegnas Prioritas 2021 sudah disepakati oleh Baleg DPR dan pemerintah pada 14 Januari lalu, di mana salah satu rancangan regulasi yang masuk adalah RUU Pemilu.


"[RUU Pemilu] salah satu yang mungkin juga memperlambat penetapan Prolegnas Prioritas 2021 di paripurna. Salah satu berarti ada juga yang lain," kata sosok yang akrab disapa Tobas itu kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (4/2) lalu.

NasDem salah satu partai yang mendukung revisi UU Pemilu. Namun, sikap partai tersebut kini berubah. Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh telah menginstruksikan partainya tak melanjutkan pembahasan RUU Pemilu di DPR.

"Surya Paloh mengarahkan agar Fraksi Partai NasDem DPR RI mengambil sikap untuk tidak melanjutkan revisi UU Pemilu," demikian dikutip dari rilis resmi Partai NasDem, Sabtu (6/2).

Sikap balik badan juga dilakukan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Awalnya, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKB Luqman Hakim mengatakan pembahasan RUU Pemilu penting dilakukan.

"Pembahasan revisi UU Pemilu perlu dilakukan sekarang, mumpung masih jauh dari pelaksanaan Pemilu 2024," kata Lukman, 29 Januari.

Sepekan berselang, sikap PKB berubah. Luqman menyatakan partainya meminta pembahasan RUU Pemilu ditunda. Menurutnya, upaya revisi UU Pemilu harus mencakup masalah-masalah mendasar yang menjadi temuan kekurangan pada pelaksanaan Pemilu 2019 kemarin.

Ia mengungkap ada beberapa poin permasalahan yang harus diperhatikan. Salah satunya, banyak KPPS meninggal dunia pada Pemilu 2019 akibat aturan penghitungan suara yang harus selesai dalam satu hari.

"Sedangkan batas maksimum hak pilih tiap TPS masih sangat tinggi, yakni 500 pemilih dengan lima kertas suara. Beban penghitungan yang dibatasi waktu, menyebabkan banyak petugas KPPS kelelahan, sakit dan meninggal dunia," ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (6/2).

Sikap PKB dan NasDem ini membuat jumlah parpol yang menolak pembahasan RUU Pemilu menjadi enam. Sebelumnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Amanat Nasional (PAN), Gerindra, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) telah menyatakan sikap menolak pembahasan tersebut.

Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat menyatakan bahwa revisi UU Pemilu tidak perlu dilakukan. Menurutnya, pemerintah dan DPR sebaiknya fokus pada penanganan pandemi Covid-19.

"Pemerintah dan DPR RI tidak perlu membuang-buang energi yang berpotensi ketegangan politik akibat seringnya perubahan UU Pemilu," kata Djarot.

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menilai pembahasan RUU Pemilu belum perlu dilakukan di tengah situasi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung saat ini.

"PAN berpendapat bahwa UU tersebut belum saatnya untuk direvisi," kata Zulhas.

Sementara itu, Sekjen DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan pembahasan RUU Pemilu akan menghabiskan energi yang cukup besar. Ia mengingatkan Indonesia masih menghadapi situasi pandemi yang berdampak pada krisis ekonomi.

"Situasinya sekarang masih masa pandemi covid-19 di mana pembahasan secara langsung tidak dimungkinkan atau perdebatan perdebatan, yang memakan waktu dalam suatu rapat-rapat, harus dihindari," ujarnya.

Senada, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PPP Nurhayati Monoarfa menyatakan pembahasan RUU Pemilu belum relevan untuk dilakukan saat ini.

"Saya pikir di draf RUU Pemilu belum tentu dibahas dan kami Fraksi PPP berpendapat bahwa RUU [Pemilu] belum relevan untuk diubah," kata Nurhayati.

Dorong Revisi UU Pemilu

Berbeda dengan enam parpol itu, Demokrat dan PKS masih terus mendorong agar RUU Pemilu segera dibahas.

Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Irwan menyatakan partainya ingin agar penyelenggaraan pilkada dinormalisasi dari yang dijadwalkan semula pada 2024 menjadi 2022 serta 2023 lewat revisi UU Pemilu.

Ia pun mempertanyakan kekhawatiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) jika penyelenggaraan Pilkada DKI Jakarta dinormalisasi menjadi 2022.

"Apakah mungkin ada kekhawatiran dari presiden dan partai-partai pemerintah jika pilkada DKI sesuai waktu pemilihan?" kata Irwan.

Secara aspek konstitusional, Irwan menilai pelaksanaan pilkada pada 2024 bukan pemilu yang dimaksud dalam Pasal 22E UUD 1945.

Menurutnya, amanat konstitusi mengharuskan penyelenggaraan pilkada terpisah dari pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres), sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi (MK)

Irwan pun berpendapat penyelenggaraan pilkada serentak dengan pileg dan pilpres pada 2024 terlalu berat bila dilihat dari sisi teknis.

Senada, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyatakan partainya tetap ingin gelaran pilkada dinormalisasi menjadi 2022 dan 2023.

Menurutnya, ada tiga aspek yang menjadi alasan kuat untuk menormalisasi pilkada ke 2022 dan 2023 yakni penyelenggaraan, pemilih, serta anggaran.

Sementara itu, sikap Partai Golkar belum diketahui secara pasti. Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan partainya tak masalah pilkada selanjutnya digelar secara serentak dengan pileg dan pilpres pada 2024.

"Saya ingin menyampaikan bahwa Partai Golkar selalu siap menghadapi pilkada kapan pun, termasuk pemilu dan pilkada serentak di tahun 2024 nanti," kata Airlangga di Soft Launching & Public Lecture Golkar Institute yang digelar secara daring, Selasa (2/2).

Airlangga menyatakan pemerintah saat ini masih fokus pada penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. Ia berpendapat dua masalah tersebut harus menjadi fokus utama dibandingkan menentukan jadwal penyelenggaraan pilkada serentak

Namun, Waketum Golkar sekaligus Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin menyatakan pembasan RUU Pemilu penting dilakukan saat ini. Menurutnya, pembahasan RUU Pemilu relevan dilakukan untuk memperkuat kualitas demokrasi di Indonesia.

"Pembahasan RUU Pemilu relevan dan penting untuk dilakukan dalam rangka memperkuat kualitas demokrasi bagi kemajuan bangsa dan negara yang kita cintai yaitu Indonesia," kata Azis.

(mts/fra)

[Gambas:Video CNN]

Let's block ads! (Why?)

Baca Lagi Aje https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210210074850-32-604497/tarik-ulur-ruu-pemilu-parpol-terbelah-di-senayan

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Tarik Ulur RUU Pemilu, Parpol Terbelah di Senayan Nasional • 1 menit yang lalu - CNN Indonesia"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.