Search

Senada dengan PDI-P, PKB Usul Revisi UU Pemilu Tanpa Ubah Jadwal Pilkada - Kompas.com - KOMPAS.com

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PKB Luqman Hakim menyatakan, partainya mendukung revisi Undang-Undang Pemilihan Umum tanpa mengubah jadwal pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

Luqman mengatakan, UU Pemilu perlu direvisi untuk memperbaiki berbagai aturan pemilu yang tertuang dalam UU tersebut dan telah dilaksanakan pada Pemilu 2019 lalu.

"Sejak awal PKB pada posisi menginginkan revisi guna memperbaiki berbagai aturan pemilu yang tertuang dalam UU ini. UU Pemilu telah dilaksanakan 100 persen pada pemilu 2019 yang lalu. Tentu PKB telah melakukan evaluasi mendalam atas pelaksanaan Pemilu 2019," kata Luqman dalam siaran pers, Selasa (23/2/2021).

Baca juga: Djarot: PDI-P Buka Peluang Revisi UU Pemilu, tapi Pilkada Tetap 2024

Sementara itu, Luqman berpendapat, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada belum perlu direvisi karena UU itu belum dijalankan 100 persen.

"Ketentuan jadwal Pilkada serentak November 2024 yang diatur pada Pasal 201 ayat 8 UU ini, beri kesempatan dipraktekkan terlebih dahulu. Setelah itu, baru dilakukan evaluasi," kata dia.

Luqman mengatakan, agar revisi UU Pemilu dapat berjalan, harus ada kesediaan pemerintah dan DPR untuk bersama-sama membahas revisi UU tersebut.

Menurut dia, PKB mendukung sikap pemerintah yang tidak bersedia membahas revisi UU Pemilu karena sedang berkonsentrasi untuk mengatasi pandemi Covid-19 dan memulihkan ekonomi nasional.

"Tetapi, jika saat ini pemerintah sudah memiliki cukup kesempatan dan kesediaan untuk bersama DPR membahas revisi UU Pemilu, PKB tentu sangat gembira dan sangat siap menuntaskan pembahasan UU ini bersama fraksi-fraksi lain di DPR," kata Luqman.

Poin evaluasi

Terkait revisi UU Pemilu, Luqman membeberkan setidaknya ada sembilan poin yang harus dievaluasi dari penyelenggaraan Pemilu 2019 yang bersandar pada UU Pemilu.

Baca juga: Jika Tidak Tahun Ini, Revisi UU Pemilu Disarankan pada 2022

Pertama, banyaknya penyelenggara pemilu yang meninggal dunia pada Pemilu 2019 akibat kelelahan saat menghitung surat suara yang jumlahnya sangat banyak di tiap tempat pemungutan suara.

Kedua, praktik politik uang pada Pemilu 2019 dinilai lebih masif ketimbang pemilu-pemilu sebelumnya karena penegakan hukum yang tidak tegas dan tidak efektif.

Ketiga, Pemilu 2019 dinilai gagal mencapai tujun memperkuat sistem presidensialisme dan penyederhanaan partai politik.

Keempat, aturan pada Pemilu 2019 dinilai belum cukup kuat memberi afirmasi kepada kelompok perempuan karena baru mewajibkan adanya unsur perempuan dalam setiap tiga daftar caleg dalam satu daerah pemilihan.

Kelima, UU Pemilu tidak mengatur kewajiban domisili caleg di daerah pemilihan sehingga hubungan antara anggota DPR dengan konstituennya menjadi longgar.

Keenam, aturan Pemilu 2019 belum memberi jaminan adanya persamaan beban pelayanan anggota DPR kepada rakyat yang diwakili secara berimbang.

Baca juga: Enggan Revisi UU Pemilu, Kemendagri Bertekad Laksanakan UU Nomor 7 Tahun 2017

Ia mencontohkan, satu kursi DPR dari Kalimantan Utara mewakili kepentingan 256.168 penduduk, tidak setara dengan satu kursi DPR dari Jawa Barat yang mempresentasikan 548.745 penduduk.

Ketujuh, aturan subsidi kepada peserta pemilu berupa pemberian alat peraga kampanye dinilai tidak bermanfaat, menambah beban kerja penyelenggara, dan memboroskan anggaran.

Kedelapan, sistem pemilu proporsional terbuka perlu dievaluasi, apakah menjamin kemurnian suara rakyat atau malah sebaliknya.

Kesembilan, UU Pemilu belum memberi ruang bagi kemajuan teknologi untuk mempermudah pelaksanaan pemilu, terutama pada pemungutan dan penghitungan suara.

"Kalau mau ditambahkan, masih ada dua masalah penting yang harus dibahas dalam revisi UU Pemilu, yakni masalah ambang batas parlemen dan ambang batas pencalonan presiden," kata Luqman.

Baca juga: Perludem: Otoritas Pemerintah Makin Kuat jika UU Pemilu Tak Direvisi

Sebelumnya, Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat mengatakan, partainya membuka peluang untuk merevisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Namun, Djarot menegaskan, PDI-P mendukung agar pemilihan kepala daerah tetap dilaksanakan pada 2024 sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

"Untuk Undang-undang Pilkada, kita tetap ya, kita lakukan 2024, tapi kita buka peluang untuk revisi Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017," kata Djarot dalam acara rilis survei LSI, Senin (22/2/2021).

Let's block ads! (Why?)

Baca Lagi Aje https://nasional.kompas.com/read/2021/02/23/15510001/senada-dengan-pdi-p-pkb-usul-revisi-uu-pemilu-tanpa-ubah-jadwal-pilkada?page=all

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Senada dengan PDI-P, PKB Usul Revisi UU Pemilu Tanpa Ubah Jadwal Pilkada - Kompas.com - KOMPAS.com"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.