JAKARTA,KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Pramono Ubaid Tanthowi menyebutkan, ada sejumlah implikasi jika Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilihan Legislatif (Pileg), dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) digelar bersamaan di tahun 2024.
Salah satu dampaknya yakni waktu penyelenggaraan pemilihan yang sangat berimpitan.
Sebab, melalui mekanisme tersebut, Pilpres dan Pileg dengan lima surat suara digelar pada April 2024. Sementara, Pilkada dengan tiga surat suara dilaksanakan pada November tahun yang sama.
Baca juga: Revisi UU Pemilu Hanya Ramai di Parlemen, DPR Diminta Dengar Aspirasi Penyelenggara
"Konsekuensinya dari penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada seperti itu maka jarak waktu terlalu dekat," kata Pramono dalam sebuah diskusi daring, Minggu (7/2/2021).
Menurut Pramono, waktu pelaksanaan pemilihan tidak hanya dihitung dari jarak hari H pemungutan suara.
Ia menyebut bahwa di luar tahapan pencoblosan, ada rangkaian tahapan pemilihan yang membutuhkan waktu persiapan yang panjang.
Pelaksanaan Pemilu 2019 misalnya, butuh waktu persiapan selama 18 bulan sebelum hari pencoblosan. Sementara, persiapan Pilkada perlu waktu setidaknya 1 tahun sebelum hari H.
Baca juga: Revisi UU Pemilu Dinilai Bisa Tingkatkan Indeks Demokrasi Indonesia
Pramono menyebut, terbatasnya waktu persiapan pemilihan pernah dialami KPU ketika menyelenggarakan Pilkada 2018 dan di saat bersamaan harus mempersiapkan penyelenggaraan Pemilu 2019.
"Tahapan-tahapan itu sangat berdekatan sehingga itu sangat merepotkan teman-teman penyelenggara terutama teman-teman di bawah," ujar dia.
Selain waktu yang berimpitan, kata Pramono, penyelenggaraan pemilihan secara berbarengan juga akan menyebabkan anggaran melonjak.
Sebab, biaya yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk Pemilu 2024 akan dialokasikan pada tiga tahun anggaran, yakni 2022, 2023, dan 2024.
Baca juga: Perludem: Aneh Jika Partai dan Pemerintah Enggan UU Pemilu Direvisi
Sementara, dana yang harus digelontorkan pemerintah daerah untuk Pilkada 2024 harus dianggarkan melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tahun 2023 dan 2024.
"Kebutuhan anggarannya akan sangat besar sekali baik dari APBN maupun APBD," kata Pramono.
Tak hanya itu, lanjut Pramono, penyelenggaraan pemilihan secara bersamaan juga akan menambah beban penyelenggara pemilu, khususnya di tingkat bawah, seperti Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Pramono mengingatkan bahwa pada Pemilu 2019 lalu ada ratusan penyelenggara pemilu ad hoc yang meninggal dunia dan sakit akibat kelelahan menyelenggarakan tahapan pemilihan.
Oleh karenanya, jika Pemilu 2024 menggabungkan tiga pemilihan, beban penyelenggara berpotensi menjadi lebih berat.
Baca juga: Puskapol UI Nilai UU Pemilu Perlu Dibahas, Banyak Persoalan Harus Diselesaikan
"Tentu beban penyelenggaraan yang tinggi bagi KPU dan jajarannya untuk menyelenggarakan pemilu nasional, terutama untuk penyelenggaraan pemilu nasional," kata dia.
Adapun jadwal pelaksanaan Pilkada hingga saat ini masih jadi perdebatan seiring dengan rencana revisi Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Sembilan fraksi di DPR terbelah. Sebagian fraksi ingin Pilkada dilaksanakan sesuai amanat Pasal 201 Ayat (8) UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016, yakni November 2024, berbarengan dengan Pilpres dan Pileg.
Sementara, sebagian fraksi lainnya mendorong agar pelaksanaan Pilkada sesuai ketentuan dalam draf revisi UU Pemilu Pasal 731 Ayat (2) dan (3), yaitu pada 2022 dan 2023.
Baca Lagi Aje https://nasional.kompas.com/read/2021/02/08/09194631/kpu-sebut-pemilu-borongan-2024-munculkan-beban-anggaran-hingga-kpps?page=allBagikan Berita Ini
0 Response to "KPU Sebut Pemilu "Borongan" 2024 Munculkan Beban Anggaran hingga KPPS - Kompas.com - Nasional Kompas.com"
Posting Komentar