Jakarta, CNBC Indonesia - Jepang menggelar pemilu pada Minggu waktu setempat. Para pemilih memutuskan apakah mendukung pemerintah konservatif Fumio Kishida atau perdana menteri baru.
Dikutip dari Reuters, pemilu tersebut menjadi ujian bagi Kishida karena mengajukan pemilihan setelah mendapatkan posisi teratas pada awal Oktober dan bagi Partai Demokrat Liberal (LDP) yang terpukul akibat penanganan pandemi COVID-19.
Kishida telah berjuang untuk memajukan kebijakan dalam membantu warga miskin di Jepang, mengamankan pengeluaran militer, dan mengambil jarak dengan China.
Sementara itu, jumlah vaksinasi Jepang pada awalnya tertinggal dari negara-negara maju lainnya. Namun, saat ini lebih dari 70% populasi telah divaksinasi sepenuhnya dan kasus COVID19 mengalami penurunan.
"Sulit untuk mengatakan pandemi benar-benar padam dan masyarakat stabil. Jadi kita seharusnya tidak memiliki perubahan besar dalam kebijakan virus corona," kata Naoki Okura, seorang dokter, dikutip dari Reuters, Minggu (31/10/2021).
"Daripada menuntut perubahan dalam pemerintahan, saya pikir kita harus menuntut keberlangsungan," lanjutnya.
Dengan citra yang kurang cemerlang, LDP berada di ambang kehilangan satu-satunya mayoritas di parlemen untuk pertama kalinya sejak 2009 meskipun koalisinya dengan mitra junior Komeito diperkirakan akan tetap memegang kendali.
Beberapa anggota parlemen utama LDP juga menghadapi persaingan yang sulit, termasuk Sekretaris Jenderal LDP Akira Amari.
"Revolving-door perdana menteri adalah kelemahan yang ditakuti banyak orang di luar Jepang," tulis Peneliti Senior Dewan Hubungan Luar Negeri Sheila A. Smith.
"Perdana Menteri Kishida akan membutuhkan partai yang bersatu dan penampilan elektoral yang kuat pada 31 Oktober jika dia ingin berhasil mengatasi agenda nasional Jepang yang sulit," lanjut dia.
Kelompok oposisi terbesar, Partai Demokrat Konstitusional Jepang diperkirakan akan mendapatkan kursi tetapi tidak mendekati penggulingan koalisi Kishida.
"Satu-satunya partai dengan kebijakan yang ditujukan untuk orang-orang berusia 20-an dan 30-an adalah Demokrat Konstitusional, hal-hal seperti pajak penghasilan dan sebagainya," kata salah satu pegawai Daisuke Matsumoto.
"Memang benar partai lain memiliki kebijakan yang ditujukan untuk membesarkan anak, tetapi bagaimana dengan kita yang tidak punya anak?" tambah dia.
Kehilangan besar kursi LDP dapat menyebabkan pertikaian partai, mengembalikan Jepang ke era pemerintahan berumur pendek yang mengurangi status globalnya, sampai Shinzo Abe memimpin negara itu selama delapan tahun hingga September 2020.
Komeito juga bisa mendapatkan lebih banyak kursi dan pengaruh dalam koalisi.
Surat kabar Nikkei memperkirakan 40% dari distrik kursi tunggal memiliki persaingan ketat dan jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan sekitar 40% pemilih ragu-ragu.
Kishida mengakui agar koalisinya mempertahankan mayoritas, setidaknya 233 kursi dari 465 di parlemen. Sebelum pemilihan, koalisi memiliki mayoritas dua pertiga dari 305 dengan LDP sebanyak 276.
Investor dan pengamat politik terfokus pada apakah LDP dapat mempertahankan mayoritasnya sebagai satu partai. Kehilangan itu akan mengikis basis kekuatan Kishida di LDP dan posisi partai melawan Komeito.
NHK mencatat, pihak oposisi gagal mendapatkan kursi karena hanya 8% mendukung Demokrat Konstitusional, sementara 39% mendukung LDP.
"Partai politik lainnya tersebar semua, jadi saya tidak bisa menyerahkannya kepada mereka dengan percaya diri. Hanya ada LDP," kata Hiroki Kita, Eksekutif Periklanan.
[Gambas:Video CNBC]
(mij/mij) Baca Lagi Aje https://www.cnbcindonesia.com/news/20211031162024-4-287867/jepang-gelar-pemilu-tentukan-nasib-pm-kishida
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Jepang Gelar Pemilu, Tentukan Nasib PM Kishida! - CNBC Indonesia"
Posting Komentar