Dalam materinya, Marsudi Wahyu Kisworo menyampaikan bahwa komunikasi merupakan kebutuhan manusia. Komunikasi berperan sebagai pembawa pesan. Menggunakan asap, kurir dan pos merupakan contoh pembawa pesan pada masa lalu. Seiring kemajuan teknologi informasi, kemudian muncul telegrap, telepon dan terakhir intenet.
Dengan internet, komunikasi menjadi lebih cepat, murah, jangkauan luas serta mudah diakses oleh siapa saja. Internet pun berkembangan sebagai media penyimpan data. Di sinilah digitalisasi dimulai.
Digitalisasi membuat dunia informasi berubah dan mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia sekarang ini, termasuk juga dalam dunia politik dan pemilu. Digitalisasi berperan meminimalkan kerawanan data melalui manusia, misalnya suap, ancaman dan hipnotis.
Apalagi, dalam kondisi pandemi COVID-19 sekarang ini, yang namanya New Normal itu tidak saja menyangkut prokokol kesehatan dengan 3M, tetapi juga berhadapan digitalisasi di hampir semua lini kehidupan kita.
Desain Digitalisasi Pemilu
Digambarkan lebih lanjut oleh narasumber bahwa digitalisasi pemilu dapat digunakan melalui alur proses tahapan, dimulai dari tahapan awal hingga akhir. Pertama, inbound, yakni yang berkenaan dengan pendaftaran pemilih dan pendaftaran peserta pemilu.
Kedua, operation, misalnya distribusi logistik dan pemungutan suara. Ketiga, outbond yang berkenaan tahapan rekapitulasi perolehan suara dan penetapan hasil. Keempat, Humas, yang berurusan dengan penyebaran informasi dan transparansi. Kelima, pasca pemilu, yang berkenaan dengan riset dan kajian.
Selain alur proses tersebut di atas, juga masih dibutuhkan aktivitas pendukung lainnya, misalnya layanan dan administrasi umum, sumber daya manusia, keuangan dan akuntansi serta teknologi infrastruktur.
Berkenaan dengan faktor keamanan, dijelaskan bahwa digitalisasi pada prinsipnya aman. Selama ini, 9 dari 10 peretasan, terjadi bukan karena teknologinya, tetapi karena kecerobohan manusia, misalnya karyawan menggunakan wifi kantor dengan HP miliknya atau menggunakan flash disk yang juga digunakan di luar lingkungan kerja.
Ini perlu disiplin. Jangan biarkan flashdisk atau media penyimpan data lainnnya yang digunakan di luar, juga digunakan dalam jaringan data kantor atau HP karyawan, agar tidak menggunakan wifi yang digunakan untuk penyimpanan data.
Digitalisasi Pemilu Bukan E-voting
Berkenaan dengan pengalaman KPU selama ini, Ilham Saputra menjelaskan bahwa KPU telah menggunakan beberapa aplikasi dalam pelaksanaan tahapan pemilu atau pilkada, misalnya SIDALIH untuk data pemilih, SILON untuk pencalonan, dan SIREKAP untuk rekapitulasi perolehan suara.
Semua aplikasi ini beroperasi secara sendiri-sendiri, bahkan operatornya juga sendiri-sendiri. Saat ini, KPU sedang mendesain agar seluruhnya bisa terintegrasi dengan baik.
Sekalipun digitalisasi dipersiapkan untuk berbagai tahapan pemilu, digitalisasi pemilu bukanlah e-voting. Masalah bukan pada pemungutan suara, tetapi pada rekapitulasi perolehan suara, sebagaimana dikeluhkan stakeholder pemilu bahwa pada tahapan itu sering terjadi manipulasi suara.
Berkenaan dengan persiapan KPU dalam mempersiapkan digitalisasi pemilu untuk pemilu tahun 2024, dalam kesempatan yang sama, Viryan Aziz, Anggota KPU RI menjelaskan bahwa sekarang ini, KPU sementara mempersiapkan master plan IT Tahun 2012-2005.
Sementara webinar kali ini dilakukan dalam rangka mempersiapkan kapasitas sumber daya di lingkungan KPU hingga KPU Kabupaten/kota.*
Oktavianus Landi, Ketua KPU Kabupaten Sumba Timur
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Menyongsong Pemilu 2024, KPUGelar Webinar Digitalisasi Pemilihan Umum - Suara.com"
Posting Komentar