Search

Penerapan Pemilu Online dan Kecemasan Elite Politik - Tagar News

Bekasi - Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati memandang pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) online atau e-voting sebagai wacana klasik tanpa realisasi yang jelas, lantaran belum adanya keberpihakan politik di Indonesia. 

Dia berpendapat, e-voting justru dicemaskan oleh elite politik tertentu karena dapat meminimalisir kompromi-kompromi di balik layar. Padahal, pemilu online merupakan opsi alternatif di tengah pandemi Covid-19 yang tak kunjung mereda. 

Sayangnya ini yang ditakuti oleh para politisi.

Untuk melakukan e-voting, kata Wasis, perlu juga memikirkan penyediaan infrastruktur, semisal server internet, data storage, dan hardware-nya seperti CPU. 

Baca juga: Novel Serang Ahok, Muannas: Kalah Pemilu Kok Ngatur!

"Ini lebih cocok bagi penduduk kota karena mereka sudah melek teknologi," kata Wasis saat diwawancarai Tagar, Sabtu, 13 Juni 2020. 

Dia menekankan, e-voting jelas menampilkan sistem perhitungan berbasis real-time, sehingga dapat menciptakan akuntabilitas masuknya suara dan transparansi perhitungan suara. 

Namun, dia menegaskan, karena sifat "real count" ini pula yang malahan membuat para elite politik seperti enggan menerapkan e-voting, karena mereka khawatir nantinya tidak bisa berkompromi di balik layar. 

Wasisto Raharjo, LIPIPeneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wasisto Raharjo Jati. (Foto: Instagram/wasistojati)

Pria kelahiran Yogyakarta ini meyakini bahwasannya penyelenggaraan pemilu secara online dapat menekan tingkat kecurangan, serta lobi-lobi politik yang menguntungkan elite politik tertentu.

"Sangat bisa, karena suara masuk akan segera jelas peruntukannya buat siapa. Sayangnya ini yang ditakuti oleh para politisi," ujarnya.

Baca juga: NasDem Usulkan Ambang Batas Parlemen 7% untuk Pemilu

Menurut dia, positifnya melakukan e-voting yaitu, potensi kecurangan minim, hasil pemilu bisa segera langsung diumumkan dan tidak perlu survey quick count, berkurangnya jumlah sengketa dan konflik pasca-pemilu karena semua sudah terkomputasi oleh sistem IT, lalu angka partisipasi tinggi karena pemilih bisa langsung memilih via perangkat elektroniknya. 

"Negatifnya, biaya mahal dan rawan kena serangan cyber oleh hacker," ucapnya.

Dia mencatat, pemilu online sejauh ini sudah diselenggarakan di negara-negara besar seperti Australia, Amerika Serikat, Inggris Raya, dan India. Dengan cara, pemilih bisa login via ID masing-masing yang telah disiapkan panitia penyelenggara pemilu untuk masuk ke sistem. 

Untuk itu Wasis menyarankan para elite politik Tanah Air sudah saatnya mulai memikirkan opsi ini, terlebih di tengah pandemi Covid-19 perlu memperhitungkan tingkat partisipasi publik untuk meramaikan pesta demokrasi cenderung menurun. 

"Kalaupun masih mau pemilu dengan sistem contreng. Saya tidak yakin banyak pemilih mau ke TPS. Bisa dilakukan tes uji coba (Pemilu online) di beberapa kota besar," kata Peneliti Politik LIPI itu. []

Berita terkait

Let's block ads! (Why?)

Baca Lagi Aje https://www.tagar.id/penerapan-pemilu-online-dan-kecemasan-elite-politik

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Penerapan Pemilu Online dan Kecemasan Elite Politik - Tagar News"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.