Semakin ramai Pemilu Presiden 2019, semakin baik. Prabowo menginginkan oposisi yang bersatu, tetapi partai-partai lain mencari kandidat mereka masing-masing. Skenario yang hampir tidak mungkin—namun tidak mustahil—yaitu kolaborasi antara Jokowi dan Prabowo. Banyak yang bernegosiasi agar Prabowo menerima peran sebagai calon pasangan Jokowi. Persekutuan semacam itu dapat mencegah kampanye yang memicu gejolak ekonomi dan perpecahan sosial. Tetapi masyarakat mungkin protes karena hanya ada satu pilihan yang layak.
Oleh: Jun Suzuki (Nikkei Asian Review)
Seiring partai-partai oposisi memilih kandidat untuk pemilu 2019 di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tampaknya akan melakukan pertandingan ulang melawan musuhnya dari pertempuran tahun 2014.
Para pemilih Indonesia akan memilih presiden dan anggota parlemen pada bulan April, dengan Jokowi yang memenuhi syarat untuk periode lima tahun keduanya. Para calon presiden membutuhkan pencalonan oleh partai atau koalisi yang memegang 20 persen atau lebih kursi di parlemen negara itu.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP-P) yang berkuasa, diperkirakan akan menunjuk Jokowi agar dipilih kembali, sementara partai-partai oposisi yang belum mendukung seorang kandidat akan segera melakukannya pada bulan ini.
Partai Gerakan Indonesia Raya—yang dikenal sebagai Gerindra—telah mencalonkan Prabowo Subianto, yang melawan Jokowi dalam kampanye pemilu tahun 2014.
Kedua pria itu sedikit berbeda dalam hal kebijakan. Namun, walau Jokowi dikenal sebagai pembangun konsensus kerakyatan, namun Prabowo—yang merupakan seorang mantan letnan jenderal—mendukung kepemimpinan yang lebih kuat.
Jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa Jokowi unggul di atas Prabowo. Tetapi jika seluruh oposisi politik di negara itu mendukung kandidat Gerindra, pertandingan itu akan menjadi undian, menurut lembaga survei LSI. Prabowo telah mulai merekrut para pejabat kabinet yang potensial, menarik dari seluruh oposisi untuk memperluas dukungannya.
Namun, lebih banyak kandidat mungkin akan mengikuti pertempuran ini. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sedang mencari kandidat untuk Partai Demokrat. Kandidatnya kemungkinan besar adalah putra tertuanya, Agus Harimurti Yudhoyono, yang kalah pada pemilihan gubernur Jakarta tahun lalu.
Mantan panglima militer Gatot Nurmantyo juga dapat mencalonkan dirinya sebagai presiden.
Skenario yang hampir tidak mungkin—namun tidak mustahil—yaitu kolaborasi antara Jokowi dan Prabowo. Orang-orang yang dekat dengan kedua pria tersebut bernegosiasi agar Prabowo menerima peran sebagai calon pasangan Jokowi. Persekutuan semacam itu dapat mencegah kampanye yang memicu gejolak ekonomi dan perpecahan sosial. Tetapi masyarakat mungkin protes karena hanya ada satu pilihan yang layak.
Hasil dari pemilu daerah yang diadakan di 171 provinsi pada tanggal 27 Juni lalu tidak menunjukkan pemenang yang jelas untuk tahun depan. Banyak pemilu daerah dimenangkan oleh kandidat yang terkait dengan Jokowi: Wali Kota Ridwan Kamil dari Bandung tampaknya telah menang dalam pemilu gubernur Jawa Barat, di mana pemilihnya berjumlah 31 juta orang. Namun secara keseluruhan oposisi lebih menunjukkan kekuatannya daripada yang diperkirakan banyak orang.
Semua pihak juga akan menilai berapa banyak suara yang diberikan kepada partai-partai Islam dalam pemilu daerah tersebut, seiring mereka mempertimbangkan kandidat presiden dan wakil presiden. Pasangan presiden dan wakil presiden harus mendaftar di awal bulan Agustus.
Keterangan foto utama: Presiden Indonesia Joko Widodo (kanan) kemungkinan akan menghadapi pertandingan ulang melawan Prabowo Subianto (tengah) pada pemilu 2019. Tetapi mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mungkin juga memainkan peran kunci. (Foto: Nikkei Asian Review)
Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri dan tidak mencerminkan kebijakan editorial Mata Mata Politik.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pemilu Presiden 2019: Semakin Ramai Semakin Baik"
Posting Komentar