JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Network for Indonesia Democratic Society (Netfid) Dahlia Umar mengatakan, semua pihak harusnya tidak anti terhadap masuknya teknologi informasi dalam segala lini, termasuk penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu).
Sebab, Dahlia melihat ada sejumlah kelebihan penggunaan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemilu.
"Saya pernah menjadi penyelenggara pemilu, saya mendapat manfaat ketika ada dokumen yang terekam dengan baik, itu sangat memudahkan kita dalam melakukan kerja-kerja untuk proses finalisasi rekapitulasi penghitungan suara," kata Dahlia dalam diskusi virtual bertajuk "Bukan E-Voting, tetapi E-Recap", Sabtu (28/8/2021).
Baca juga: Eks Komisioner KPU: Penggunaan Teknologi Pemilu Jangan karena Ingin Terlihat Keren
Dia mengungkapkan, teknologi informasi dalam pelaksanaan pemilu berguna untuk mempercepat proses penghitungan dan rekapitulasi suara.
Kedua, penggunaan teknologi jika dilakukan dengan tepat juga dinilai akan menghemat biaya penyelenggaraan pemilu.
"Teorinya itu, teknologi informasi itu harus memotong biaya. Kalau teknologi informasi itu malah menambah biaya, berarti ada sesuatu yang salah di situ," ujarnya.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
Kemudian, lanjut Dahlia, teknologi informasi juga mampu memberikan informasi yang cepat dan mudah kepada masyarakat tentang hasil pemilu.
Baca juga: Rekapitulasi Suara Berjenjang Pemilu Dinilai Berpotensi Munculkan Ruang Manipulasi
Ia berpandangan, informasi yang cepat dan mudah tentang pemilu juga berkaitan erat dengan mitigasi konflik yang akan terjadi di masyarakat.
"Dalam teori konflik, ada mitigasi penanganan konflik yang itu bisa akan lebih baik kalau informasi itu cepat diterima oleh semua pihak," jelasnya.
Selanjutnya, penggunaan teknologi informasi juga dinilai sebagai upaya mengurangi potensi kecurangan dalam pemilu.
Ia mengungkit pemilu di Indonesia yang masih menggunakan rekapitulasi suara dengan model berjenjang atau bertingkat.
Menurut dia, dengan adanya teknologi informasi, maka tidak akan ada ruang bagi pihak-pihak yang hendak melakukan manipulasi pada rekapitulasi suara berjenjang tersebut.
"Dengan adanya perekaman yang cepat dari TPS, tidak ada ruang untuk mereka yang mau mengubah pada rekapitulasi berjenjang di tahap berikutnya," tutur Dahlia.
Baca juga: Nasihati Jokowi soal Pandemi, Megawati: Bapak yang Tegar...
Selain itu, Dahlia mengatakan, urgensi penggunaan teknologi adalah untuk mengedepankan transparansi kepada masyarakat.
Ia berpendapat, teknologi informasi harus memberikan referensi dan akses bagi kontestan atau pihak-pihak yang berkepentingan terhadap dokumen resmi hasil penghitungan.
"Ini juga menjadi pertanggungjawaban KPU sebagai penyelenggara pemilu yang harus menyampaikan hasil kerjanya. Hasil kerjanya itu apa? Ya hasil pemilu yang mudah diakses oleh masyarakat," pungkasnya.
Sementara itu, mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hadar Nafis Gumay menilai, melibatkan teknologi dalam penyelenggaraan pemilu harus mampu berangkat dari permasalahan yang dialami sebelumnya.
Baca juga: Jokowi: Urusan Angka Kematian akibat Covid-19 Belum Bisa Kita Selesaikan, Harus Ditekan Terus
Ia mengingatkan, jangan sampai teknologi tersebut justru tidak menyelesaikan masalah yang ada, bahkan menambah persoalan.
"Jadi nanti sangat mungkin teknologi itu justru bisa mengganggu, tidak menyelesaikan masalah. Atau secara berlebihan, dia malah bisa, khususnya dalam biaya itu malah tidak efisien. Jadi betul-betul harus kita identifikasi permasalahan kita ini apa," kata Hadar dalam kesempatan yang sama.
Hadar mengungkapkan, penyelenggara pemilu harus mengetahui terlebih dahulu persoalan yang ada dalam pelaksanaan pesta demokrasi sebelumnya.
Sehingga, pada akhirnya ada formula yang tepat dengan menggunakan teknologi yang menyasar untuk mengatasi masalah.
Baca juga: Jokowi: Peringkat Vaksinasi Kita dari 220 Negara Dunia Enggak Jelek-jelek Amat
Di sisi lain, Hadar mengingatkan bahwa penggunaan teknologi dalam pemilu tidak bisa bertujuan agar Indonesia terlihat tidak kalah dari negara lain.
"Jangan sampai, karena kita mau kelihatan keren. Teknologi itu harus yang paling mutakhir, tinggal pijit sana pijit sini. Lalu kita memutuskan penggunaan teknologi karena kemajuan teknologinya, karena kerennya," jelas peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) ini.
Baca Lagi Aje https://nasional.kompas.com/read/2021/08/28/14101501/netfid-dorong-penggunaan-teknologi-informasi-dalam-pemilu-apa-urgensinya?page=allBagikan Berita Ini
0 Response to "Netfid Dorong Penggunaan Teknologi Informasi dalam Pemilu, Apa Urgensinya? - Kompas.com - Nasional Kompas.com"
Posting Komentar