JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik mengatakan, ia masih dianggap sebagai penjahat pemilu karena pernah diberhentikan oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Hal itu ia ungkapkan dalam sidang pemeriksaan pendahuluan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang disiarkan secara daring, Senin (2/8/2021).
Adapun Evi bersama rekannya sesama komisioner yakni Arief Budiman mengajukan permohonan uji materi Pasal 458 Ayat 13 UU Pemilu ke MK. Pasal tersebut mengatur bahwa putusan DKPP bersifat final dan mengikat.
"Dikarenakan sifat putusan DKPP yang final dan mengikat sampai saat ini, sampai sekarang pun saya ini masih tetap dianggap sebagai penjahat pemilu," kata Evi.
Baca juga: Arief Budiman Bantah Lakukan Perlawanan ke DKPP karena Temani Evi Novida ke PTUN
Evi mengatakan bahwa memang dia pernah diberhentikan oleh DKPP pada Maret 2020. Namun, surat keputusan (SK) pemberhentian yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo sudah dibatalkan melalui putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).
Setelah SK tersebut telah dibatalkan, menurut Evi, ia kembali melakukan kegiatannya sebagai komisioner KPU dan ikut amdil dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
"Dengan putusan final mengikat ini membuat saya terus sampai sekarang dicap sebagai penjahat pemilu yang kemudian juga ingin mengurangi menjadi membuat distorsi terhadap apa yang telah diputuskan oleh KPU secara kelembagaan," ujar dia.
"Di mana dalam hal penyelenggaraan pemilu KPU memiliki kewenangan untuk menjaga hak-hak pemilih maupun hak-hak peserta pemilu untuk dipilih," kata dia.
Baca juga: Dampingi Evi Novida ke PTUN, Salah Satu Alasan Arief Budiman Diberhentikan sebagai Ketua KPU
Oleh karena itu, Evi menilai apa yang dilakukan oleh DKPP merupakan bentuk kesewenang-wenangan di dalam putusan yang final dan mengikat.
Ia juga menyebut apa yang telah dilakukan DKPP telah membuat suatu putusan yang cacat yuridis dan cacat subtansi dengan bertahan terhadap putusan final dan mengikat tersebut.
"Kemudian kami memohon kepada majelis hakim yang mulia, sebagai penyelenggara pemilu kami dapat diberikan keadilan yang dapat melindungi hak-hak kami sebagai penyelenggara pemilu dan hak-hak asasi kami," ucap Evi.
Adapun Evi dan Arief juga memohonkan pengujian terhadap sebagian frasa dan kata dalam Pasal 14 huruf m, Pasal 17 huruf m, Pasal 20 huruf m, Pasal 38 Ayat 4, Pasal 93 huruf g angka 1.
Kemudian Pasal 97 huruf e angka 1, Pasal 101 huruf e angka 1, Pasal 105 huruf e angka 1, Pasal 137 ayat (1), Pasal 159 ayat (3) huruf d, Pasal 458 ayat (5), ayat (10), ayat (11) dan ayat (14), serta Pasal 459 ayat (5) UU Pemilu.
"Para pemohon juga meminta Mahkamah Konstitusi untuk memberikan tafsir atas frasa 'putusan' DKPP dinyatakan konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai sebagai sebuah keputusan," kata Arief melalui keterangan tertulis, Rabu (23/6/2021).
Baca Lagi Aje https://nasional.kompas.com/read/2021/08/02/17100381/di-depan-hakim-mk-evi-novida-saya-masih-dianggap-penjahat-pemiluBagikan Berita Ini
0 Response to "Di Depan Hakim MK, Evi Novida: Saya Masih Dianggap Penjahat Pemilu - Kompas.com - Nasional Kompas.com"
Posting Komentar