Suara.com - Salah satu aspek mendasar dalam negara demokrasi adalah keberadaan pemilihan umum (pemilu). Walaupun bukan satu-satunya aspek dalam demokrasi, namun pemilu merupakan suatu agenda yang sangat penting karena pemilu berperan sebagai mekanisme perubahan politik mengenai pola dan arah kebijakan publik.
Pemilu juga berfungsi sebagai medium sirkulasi elit yang dijalankan secara periodik dan tertib (Surbakti dalam Solihah, Bainus, dan Rosyidin, 2018: 15).
Di Indonesia, khususnya pasca reformasi, pemilu dilaksanakan sebagai wujud dari demokrasi yang merupakan sarana dalam mengagregasi aspirasi yang ada di masyarakat dan memilih/suksesi pejabat politik secara konstitusional. Dengan memandang pemilu sebagai kesempatan bagi masyarakat untuk memilih pejabat politik maka diperlukan pengawasan untuk memastikan pemilu berjalan luber dan jurdil.
Saat ini, tuntutan untuk pemilu dilaksanakan secara jujur dan adil semakin tinggi, hal tersebut dibuktikan dengan semakin kuatnya legal formal pembentukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di tingkat pusat, provinsi, sampai pembentukan Panitia Pengawas Pemilu di tingkat kabupaten/kota (Primadi, Efendi, dan Sahirin, 2019: 64).
Akan tetapi, Bawaslu tidak bisa sendirian dalam melakukan pengawasan sehingga diperlukan pelibatan dan partisipasi masyarakat secara independen. Dalam beberapa periode pemilu di Indonesia, berbagai pelanggaran yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif menjadi dasar empirik pentingnya pelibatan dan partisipasi masyarakat sebagai pengawas penyelenggaraan pemilu.
Oleh karena itu, pelibatan dan partisipasi masyarakat secara independen diharapkan dapat menghasilkan pemilu yang berintegritas dimana seluruh stakeholder pemilu akan lebih mawas diri dan memiliki kesadaran politik yang baik terhadap nilai-nilai kejujuran, keadilan, dan demokratis.
Dalam tulisan ini, penulis akan fokus terhadap pelibatan dan partisipasi generasi milenial melihat dari jumlah generasi milenial di Indonesia yang cukup besar.
Berdasarkan data BPS tahun 2018, mereka yang berusia 20-34 tahun menyumbang 23,95 persen dari total populasi Indonesia. Artinya, hampir seperlima penduduk Indonesia adalah generasi milenial. Kemudian pada Pemilu Serentak 2019 kemarin, generasi milenial setidaknya menyumbang 23 persen dari total keseluruhan suara dengan spesifikasi 42 juta suara dalam negeri dan 42 ribu suara luar negeri (Garnesia, 2018).
Melihat data tersebut, kita menyadari bahwa sudah seharusnya generasi milenial tidak hanya difokuskan sebagai voters, melainkan juga menjadi bagian sebagai pengawas partisipatif. Harapannya, generasi milenial dapat menggunakan ilmu pengetahuan maupun kemampuan informasi-teknologinya dalam pengawasan pemilu.
Di mana Peran Generasi Milenial dalam Pengawasan Pemilu?
Tentu kita mengetahui bahwa generasi milenial lahir pada era internet booming dimana penggunaan perangkat teknologi-informasi sedang marak-maraknya terjadi, seperti e-mail, sms, instant message, hingga media sosial yang terhubung langsung dengan internet.
Melihat besarnya potensi generasi milenial, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau dan Riset Indonesia (JAPRI), Zaenal Lutfi mengatakan bahwa partisipasi milenial sangat dibutuhkan untuk berperan aktif sebagai subjek pengawasan dalam mengawal kesuksesan pemilu.
Generasi milenial yang identik dengan aktivitas media sosialnya harus didorong dan diberikan wadah untuk berperan dalam pengawasan pemilu, tidak hanya terlibat dalam hiruk pikuk kampanye atau pencoblosan. Di samping itu, objektivitas generasi milenial dapat menjadikannya pemilih yang rasional sehingga tidak bisa didikte dalam hal pilihan politik tertentu (Jayanto, 2019).
Sejalan dengan hal tersebut, Anggota Bawaslu, Rahmat Bagja juga mengungkapkan bahwa generasi milenial memegang peran penting sehingga beliau meminta adanya peningkatan partisipasi pengawasan pemilu dengan mengandalkan teknologi-informasi.
Bagja menambahkan bahwa generasi milenial layaknya gladiator dalam partisipasi politik, yakni seseorang yang aktif terlibat dalam proses politik, tidak terkecuali pengawasan (Himawan, 2019). Oleh karena itu, pengawasan pemilu harus dilakukan secara partisipatif dan dapat menjangkau generasi milenial.
Penggunaan Aplikasi Gowaslu oleh Generasi Milenial
Salah satu medium yang dapat digunakan Bawaslu dalam merangkul generasi milenial adalah aplikasi Gowaslu. Dalam hal ini, Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu mencoba memanfaatkan teknologi-informasi dalam proses pengawasan pemilu sehingga mereka menciptakan aplikasi bernama Gowaslu.
Tujuan dari aplikasi Gowaslu adalah untuk meningkatkan jumlah dan kumulasi laporan dari masyarakat sehingga dapat mempermudah, mempercepat, serta mempermurah proses pengiriman informasi awal.
Selain itu, keberadaan Gowaslu dihadapkan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat, menghubungkan antara pelapor dan penerima laporan secara real time, mensistematisir, mengatur data laporan secara nasional, mempercepat tindak lanjut, dan sebagai alat kontrol Bawaslu (Bawaslu, 2017: 6-7). Lantas bagaimana cara generasi milenial berpartisipasi dalam pengawasan menggunakan aplikasi ini?
Seperti yang telah kita ketahui bahwa kehidupan generasi milenial tidak bisa lepas dari internet, perangkat elektronik, maupun perangkat digital lainnya.
Bagi pengguna Android, mereka dapat mengunduh aplikasi ini di Playstore. Selanjutnya, mereka dapat melakukan pendaftaran dengan menyertakan NIK, nama lengkap, alamat e-mail, serta nomor handphone. Setelah melakukan konfirmasi melalui alamat e-mail, mereka dapat masuk kedalam sistem aplikasi dengan menggunakan username dan password.
Terakhir, mereka dapat melaporkan pelanggaran-pelanggaran pemilu yang didokumentasikan melalui aplikasi ini. Adapun dalam pelaporannya, terdapat beberapa hal yang perlu diisi, seperti jenis pelanggaran, pelanggaran yang dilakukan, uraian kejadian, tanggal dan waktu kejadian, alamat, serta barang bukti berupa foto.
Dalam penggunaannya, terdapat 4 kategori yang dapat dilaporkan, yakni: Pertama, alat peraga kampanye jika dipasang di jalan protokol, tempat ibadah, gedung pendidikan, dan kantor pemerintah.
Kedua, data pemilih jika pemilih belum terdaftar, pemilih sudah meninggal, pemilih dibawah umur, dan pemilih terdaftar ganda.
Ketiga, kampanye jika mengandung ujaran kebencian maupun SARA, dan dilakukan di fasilitas pemerintah.
Keempat, politik uang dengan menyertakan identitas pemberi maupun penerima, dan jumlah nominal.
Melalui pelibatan dan partisipasi aktif generasi milenial selaku gladiator pengawas pemilu, mereka diharapkan dapat ikut memastikan pemilu berjalan secara luber dan jurdil, mewujudkan pemilu yang berkualitas dan demokratis, serta menegakkan integritas penyelenggara pemilu.
Di samping itu, Bawaslu diharapkan melakukan sosialisasi secara masif untuk membangun kesadaran masyarakat, khususnya generasi milenial bahwa mereka memiliki kewajiban untuk mengawal hak pilihnya dengan cara berpartisipasi dalam pengawasan tahapan penyelenggaraan pemilu dan juga terhadap lembaga penyelenggara pemilu sehingga mereka ikut mengawasi pagelaran akbar ini bukan hanya pada hari pemungutan saja.
Kemudian, Bawaslu juga diharapkan dapat mensosialisasikan aplikasi ini lebih masif lagi, pasalnya banyak generasi milenial yang belum mengetahui adanya Gowaslu, dan juga juga diharapkan Gowaslu dapat tersedia di iOs.
Referensi
Bawaslu, 2017, Panduan Pusat Pengawasan Partisipatif, Bawaslu.go,id diakses dari https://www.bawaslu.go.id/sites/default/files/publikasi/panduan persen20pengawasan_Rev_3 persen2Bbled persen26cris.pdf tanggal 17 Mei 2020.
Garnesia, Irma, 2018, Sana-sini Ngaku Milenial, Bagaimana Peta Milenial Indonesia?, Tirto.id 12 September 2018 diakses dari https://tirto.id/sana-sini-ngaku-milenial-bagaimana-peta-milenial-indonesia-cX5W tanggal 17 Mei 2020.
Himawan, Deddy, 2019, Bagja Tekankan Peran Penting Generasi Milenial Awasi Pilkada 2020, Bawaslu.go.id 26 November 2019 diakses dari https://www.bawaslu.go.id/id/berita/bagja-tekankan-peran-penting-generasi-milenial-awasi-pilkada-2020 tanggal 17 Mei 2020.
Jayanto, Frendy, 2019, Bawaslu Harapkan Kelompok Milenial untuk Pengawasan Pilpres 2019, Nu.or.od 8 Maret 2019 diakses dari https://www.nu.or.id/post/read/103365/bawaslu-harapkan-kelompok-milenial-untuk-pengawasan-pilpres-2019 tanggal 17 Mei 2020.
Primadi, Agam, David Efendi, dan Sahirin, 2019, Peran Pemilih Pemula dalam Pengawasan Pemilu Partisipatif (Studi Kasus : Kelompok Agen Pengawasan Bawaslu Bangka Selatan), Journal of Political Issues, Vol. 1, No. 1, pp. 63-73.
Solihah, Ratnia, Arry Bainus, dan Iding Rosyidin, 2018, Pentingnya Pengawasan Partisipatif dalam Mengawal Pemilihan Umum yang Demokratis. Jurnal Wacana Politik, Vol. 3, No. 1, pp. 14-28.
Oleh: Nabil Fiady / Mahasiswa Departemen Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM
Baca Lagi Aje https://www.suara.com/yoursay/2020/05/18/170821/sudah-saatnya-generasi-milenial-menjadi-gladiator-dalam-pengawasan-pemiluBagikan Berita Ini
0 Response to "Sudah Saatnya Generasi Milenial Menjadi Gladiator dalam Pengawasan Pemilu - Suara.com"
Posting Komentar