MAKASSAR,DJOURNALIST.com – Badan Pengawas Pemilihan Umum Kota Makassar bersama Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menggelar Focus Group Discussion pada Jumat 15 Mei 2020.
Kegiatan yang dilaksanakan via aplikasi zoom tersebut dalam rangka penelitian dengan judul “Desain Sistem Representasi Proposional, Ambang Batas, dan Keserentakan Pemilu di Indonesia: Studi Kasus di Enam Provinsi dan Sembilan Kabupaten/Kota”. Penelitian tersebut dipimpin oleh Dr.phil. Ridho Al-Hamdi, MA.
Komisioner Bawaslu Kota Makassar, yaitu Nursari, SH.,MH, Dr, Abdillah Mustari, S.Ag.,M.Ag, Abd. Hafid, S.Sos.,M.Si serta Sri Wahyuningsih, SH menghadiri serta menjadi pembicara yang memberikan informasi kepada para peneliti. Beberapa staf juga mengikuti diskusi yang berlangsung sekitar satu jam lebih itu. Ada juga Dosen dari Kampus Universitas Muhammadiyah Kota Makassar, Hadisaputra, yang turut memberikan beberapa pertanyaan untuk memperdalam diskusi.
Penelitian tersebut menyangkut persoalan yang terjadi selama pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2019 baik pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden maupun Pemilihan Calon Legislatif. Adapun fokus persoalan yang diteliti ada tiga hal, pertama desain sistem representasi proporsional yang ideal sesuai dengan nilai-nilai embedded democracy, kedua desain sistem ambang batas pemilu yang ideal sesuai dengan nilai-nilai embedded democracy dan terakhir desain sistem pemilu serentak yang ideal sesuai dengan nilai-nilai embedded democracy.
Nursari kemudian mendiskusikan soal ambang batas Pemilu pada pemilihan legislatif atau parliamentary threshold. Menurutnya, parliamentary threshold untuk saat ini sebaiknya jangan diterapkan dulu, terutama di daerah. Karena potensi calon legislatif yang berkualitas bisa jadi lebih banyak di sana. Apabila pembatasan ini diberlakukan, maka jangan sampai calon yang berkualitas tersebut berpotensi menutup ruang bagi orang yang mau berpartisipasi di bursa pemilihan.
“Pelaksanaan parliamentary threshold saat ini sebaiknya jangan diterapkan dulu, terutama pada pemilihan legislatif di daerah. Karena potensi calon legislatif yang berkualitas bisa jadi lebih banyak di daerah. maka jangan sampai calon yang berkualitas tersebut akan menutup ruang bagi orang yang mau berpartisipasi di bursa pemilihan”, ungkap Nursari.
Abdillah Mustari agak berbeda dalam memaknai ambang batas pada pemilihan umum baik yang telah dilaksanakan pada tahun 2014 maupun pada tahun 2019. Menurutnya, pada dasarnya tidak ada persoalan dalam penerapan ambang batas, terutama jika posisinya sebagai Bawaslu. Hanya saja, jika hal tersebut diterapkan sampai ke daerah, baginya harus dikaji lebih dalam dulu apa dampaknya pada pemilih dan calon di wilayah.
“Pada dasarnya tidak ada persoalan dalam penerapan ambang batas terutama pada parliamentary threshold. Hanya saja, jika hal tersebut diterapkan sampai ke daerah, maka kita harus mengkaji lebih dalam dulu apa dampaknya pada pemilih dan calon di wilayah”, kata Abdillah Mustari.
Di tengah diskusi, Abd. Hafid juga mengungkapkan pendapatnya bahwa penerapan parliamentary threshold sebenarnya sudah cukup bagus karena cuma diterapkan pada pemilihan DPR RI. Hanya saja, hal tersebut jangan sampai juga diterapkan sampai di daerah juga. Persoalannya ada beberapa partai lokal seperti di Aceh yang tidak mempunyai akses untuk ke legislative di pusat.
“Untuk Pemilihan Calon DPR RI yang menerapkan parliamentary threshold, pada dasarnya sudah cukup bagus dan tidak ada masalah. Hanya saja, hal tersebut jangan sampai juga diterapkan sampai ke daerah juga. Mengingat ada beberapa partai lokal seperti di Aceh yang tidak mempunyai akses untuk ke legislatif di pusat,”ucap Hafid.
Dalam mendiskusikan soal parliamentary threshold tersebut, Nursari menutupnya dengan menyatakan bahwa pada dasarnya, selain dari aspek regulasi yang sepatutnya ditingkatkan agar sistem pemilihan lebih baik, partai politik juga harus membuat semacam penjaringan bagi kader partai. Penjaringan tersebut dimaksud untuk memilih kader berkualitas yang nantinya akan bertarung dalam kontestasi pemilihan dengan kader partai yang lain. Sehingga nantinya, calon yang terpilih sejak awal sudah diketahui memiliki kemampuan yang baik.
“Selain dari aspek regulasi yang yang harus ditingkatkan, partai politik juga seharusnya membuat semacam penjaringan bagi kader partai. Penjaringan tersebut bertujuan agar kader yang nantinya bertarung dalam kontestasi pemilihan adalah kader yang berkualitas. Sehingga, calon yang terpilih sejak awal tidak meragukan lagi,”jelas Nursari.
Baca Lagi Aje http://politik.djournalist.com/2020/05/15/bawaslu-makassar-diskusi-dengan-peneliti-soal-pemilu/Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bawaslu Makassar Diskusi dengan Peneliti Soal Pemilu - Djournalist News"
Posting Komentar