KEPRI-Dalam rapat kerja atau rapat dengar pendapat antara DPR (30/3), pemerintah diwakili Mendagri, KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), disepakati empat kesimpulan yang pokoknya bermuara pada kesepakatan bersama untuk menunda tahapan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) serentak tahun ini.
Langkah ini meneguhkan fokus seluruh elemen bangsa untuk berkonsentrasi penuh mengatasi pandemi virus korona atau covid-19 yang makin mengkhawatirkan.Penundaan pilkada bukanlah upaya menghambat sirkulasi elite ataupun agenda demokrasi lokal. Hal itu semata karena pertimbangan melanjutkan tahapan pilkada yang berdampak interaksi banyak orang saat pandemi covid-19 ialah pilihan berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan warga negara serta kontraproduktif dengan upaya menghentikan wabah korona.
Opsi penundaan saat kesimpulan rapat dibuat, KPU sudah lebih dulu memutuskan untuk menunda empat tahapan pilkada di keseluruhan 270 daerah. Penundaan pilkada secara nasional oleh KPU sesungguhnya tidak diatur dalam kerangka hukum pilkada. Mekanisme penundaan yang ada dalam UU Pilkada hanya berorientasi parsial, berbasis daerah per daerah. Dengan mekanisme pengusulan penundaan dari bawah ke atas, bukan diputuskan sentral oleh KPU. Penundaan empat tahapan pilkada secara nasional dilakukan dengan mendasarkan pada otoritas KPU sebagai pemegang tanggung jawab akhir penyelenggaraan pemilihan.
Empat aktivitas tahapan yang ditunda mencakup pelantikan panitia pemungutan suara, verifikasi faktual syarat dukungan calon perseorangan, pembentukan panitia pemutakhiran data pemilih, serta pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih. Keseluruhan tahapan yang ditunda ialah tahapan yang berlangsung sampai dengan 29 Mei 2020. Kalkulasi KPU, penundaan empat aktivitas itu akan berkonsekuensi menggeser hari pemungutan suara yang dijadwalkan pada 23 September 2020. KPU menawarkan tiga opsi penundaan, berupa opsi A, opsi B, dan opsi C. Opsi A, hari pemungutan suara pada Rabu, 9 Desember 2020 (ditunda tiga bulan). Opsi B, Rabu, 17 Maret 2021 (ditunda enam bulan). Lalu opsi C pada Rabu, 29 September 2021 (ditunda satu tahun).
Bila anggaran pilkada yang belum terpakai disepakati dialihkan untuk penanganan covid-19, diperlukan penganggaran baru untuk pembiayaan pilkada pascapenundaan. Untuk mengalokasikan anggaran baru butuh waktu sehingga kecil kemungkinan pemungutan suara bisa digelar tahun ini. Apalagi ada ahli yang memprediksi puncak covid-19 baru akan terjadi pada Juli 2020. Pilihan untuk menggelar pemungutan suara ke 2021 menjadi pilihan paling logis. Tentu perhitungan jadwal sebagai dampak penundaan pilkada harus dilakukan dengan simulasi yang komprehensif.
Materi muatan perppu
Sejalan dengan kesimpulan rapat DPR yang juga meminta pemerintah menyiapkan payung hukum perppu sebagai basis penundaan secara nasional, perppu mesti segera menjawab kejelasan soal kerangka waktu pilkada pascapenundaan. Selain itu, setidaknya ada Dua materi muatan yang juga harus diatur perppu. Pertama, soal perubahan jadwal pilkada. Termasuk kapan dan pada tahapan mana akan menjadi titik mula keberlanjutan tahapan pascapenundaan. Kedua, jaminan dan mekanisme kesinambungan jabatan personel ad hoc pemilihan yang kadung direkrut sebelum pilkada diputuskan ditunda. Ketiga, sumber penganggaran dan mekanisme penganggaran pilkada pascapenundaan, apakah bersumber dari APBN, APBD, atau kombinasi keduanya.
Ada 4 indikator suksesnya pemilu
salah satu indikator pemilu berjalan sukses, kata Rimbun Purba (Kordinator Wilayah Xlll GMKI), yang pertama adalah penyelenggara pemilu mampu membumikan pemilu dengan baik. Sehingga semua warga mengetahui adanya pemilu yang akan diselenggarakan. Selain itu, peserta pemilu dalam hal Calon kepala daerah, juga perlu mendapatkan pendidikan politik. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mereka, khususnya mengenai hal-hal-hal prinsip dalam pemilu.
Yang kedua, Seluruh pemilik hak suara harus difasilitasi dan jamin hak suaranya. Pemilih juga perlu untuk diberikan pendidikan agar tidak hanya bisa memberikan hak pilihnya dengan baik, tapi bisa memilih dengan benar. Karena itu penyelenggara perlu memperkuat partisipasi masyarakat agar lebih banyak terlibat.
“Artinya masyarakat bisa berpartisipasi menyukseskan pemilu dengan cara mengawasi, dan mensosialisasikan kepada pemilih terkait penyelenggaraan pemilu. Pemilih juga paham siapa calon-calon yang akan dipilihnya dalam pilkada.
Yang ketiga, Angka golput yang rendah
Indikator suksesnya pemilu adalah rendahnya angka golput. Karena itu sangat penting bagi penyelenggara pemilu melakukan sosialisasi.
“KPU perlu memberikan edukasi kepada pemilih mengenai pentingnya memberikan hak suara. Sehingga angka golput bisa menurun dan jumlah pemilih yang memberikan hak suara meningkat.
Kemudian yang keempat atau yang terakhir, berjalannya asas-asas
mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, keterbukaan, proporsional, profesionalitas, akuntabitas, efisiensi dan efektivitas. (GMKI)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kordinator Wilayah Xlll GMKI Rimbun Purba Sebut Ada 4 Indikator Suksesnya Pemilu - Seputar Kepri"
Posting Komentar