Search

Bergabungnya Gerindra di Kekuasaan Dinilai Buat Pemilih Dapat Trauma akan Pemilu - Kompas.com - Nasional Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com – Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai bahwa dua partai politik yang bersaing dalam kontestasi Pemilu sebaiknya tidak bergabung untuk sekadar berkuasa.

Menurut Pangi, dampak yang akan muncul adalah masyarakat sebagai pemilih dalam pemilu merasa tidak perlu lagi berjuang atau memilih partai politik yang dianggap mewakili aspirasinya.

"Ini membuat pemilih trauma, kecewa dan mereka sebenarnya kian sadar, untuk apa berdarah-darah, loyal dan all out, kalau ujungnya tidak ada konsekuensi dari kekalahan," kata Pangi pada Kompas.com, Kamis (25/3/2021).

Baca juga: Ketum PAN: Penantang Kini Jadi Menteri, yang Kalah Gabung ke Penguasa

Menurut Pangi hal itu terjadi saat ini di Indonesia, di mana dua partai besar yang bersaing dalam kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) saat ini sama-sama berada dalam kekuasaan.

Ini terjadi saat Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ditunjuk sebagai Menteri Pertahanan dan pendampingnya yang juga kader partai yang sama, Sandiaga Uno menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf).

"Kita bisa bayangkan kalau Prabowo dan Sandi menjadi partai oposisi, rakyat yang kecewa paling tidak punya harapan untuk mengawasi pemerintah. Mereka punya partai yang bisa mewakili suara mereka," ujar Pangi.

"Tapi setelah Prabowo bergabung ke koalisi kekuasaan, mereka (masyarakat) enggak punya keterwakilan secara politik," kata dia.

Baca juga: Tanggapi Survei LSI, Gerindra: Kami Belum Menghitung Peluang Pak Prabowo...

Dampak berikutnya, lanjut Pangi, adalah tidak berimbangnya komposisi partai oposisi dengan partai pemerintah.

Pangi menyebutkan, dampak dari bergabungnya Partai Gerindra menjadi partai koalisi pemerintah, membuat DPR tidak menjalankan fungsi pengawasan pada lembaga eksekutif dengan baik.

"Sekarang akibatnya DPR kita hanya sebagai lembaga yes man, tidak berimbang komposisi antara partai oposisi dengan partai pemerintah," ujar dia.

Baca juga: Tanggapi Hasil Survei, Gerindra: Anak Muda Segmen Terbesar Pemilu

Menurut Pangi, situasi ini hanya terjadi di Indonesia, saat partai yang kalah dalam kontestasi pemilihan presiden bergabung dengan kekuasaan. Ditambah, calon presiden yang tidak terpilih, menjabat sebagai Menteri.

"Ini sesuatu yang tak lazim dalam ketatanegaraan kita, dan hanya ada di Indonesia, yaitu mengajak calon presiden yang kalah bergabung menjadi menteri. Partai yang kalah calonnya dalam kontestasi elektrola, diajak bergabung ke koalisi, koalisi yang tak lazim, setelah presiden terpilih membangun tambahan koalisi," kata Pangi.

"Hal ini terjadi karena sistem presidensial dikompilasi dengan sistem ala multipartai yang tidak kompatibel," kata dia.

Penilaian terharap bergabungnya Partai Gerindra sebagai partai penguasa kembali jadi sorotan akibat pernyataan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan.

Awalnya, Zulkifli membicarakan polarisasi di masyarakat akibat tensi politik yang meninggi saat Pemilu.

Kemudian, menurut dia, setelah terjadi polarisasi, dua partai politik yang sebelumnya bersaing malah bersatu di kekuasaan.

Zulkifli mengatakan, karena dua pihak bergabung, tidak ada lagi kelompok yang disebut berkuasa dan tidak berkuasa. Sementara, kontestasi politik yang terjadi telah mengeluarkan ongkos yang sangat tinggi.

"Setelah pemenang pilpres diperoleh, pada akhirnya saudara-saudara, yang kalah bergabung juga dengan penguasa. Capres dan cawapres penantang keduanya kini menjadi menteri juga bergabung dengan presiden yang terpilih," ujar Zulkifli saat menyampaikan pidato kebangsaan yang disiarkan melalui akun YouTube miliknya, Rabu (24/3/2021).

Let's block ads! (Why?)

Baca Lagi Aje https://nasional.kompas.com/read/2021/03/25/19151561/bergabungnya-gerindra-di-kekuasaan-dinilai-buat-pemilih-dapat-trauma-akan?page=all

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Bergabungnya Gerindra di Kekuasaan Dinilai Buat Pemilih Dapat Trauma akan Pemilu - Kompas.com - Nasional Kompas.com"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.