Search

Langkah KPU Agar Pemilu Tak Lagi Menelan Korban - detikNews

Jakarta -

Ketua KPU Hasyim Asy'ari tidak menampik bahwa Pemilu 2019 banyak menelan korban jiwa dari kalangan KPPS. Sebab, situasi pemilu serentak pertama kali itu membuat beban KPPS lebih berat karena mengurus lima jenis pemilu yakni pemilihan presiden, DPR RI, DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dan DPD.

"(Tahun) 2014 itu masih terpisah antara pemilu legislatif istilahnya memiliki DPR, DPD, DPRD provinsi, kabupaten/kota, April 2014. Bulan Juli baru pilpres, artinya kan beban terbelah ya, terbagi, distribusi. Tapi untuk 2019 kemarin 5 jenis pemilu jadi satu waktu, sehingga dapat dipahami atau dimaklumi beban kerja teman-teman KPPS pasti lebih berat. Kemudian teman-teman PPK ketika rekap di kecamatan juga berat, karena dulu rekap itu kan berjenjang setelah TPS, desa kelurahan oleh PPS, habis itu PPK tingkat kecamatan," kata Hasyim dalam program Detik-detik Pemilu di detikcom, Kamis (21/7/2022).

"Sekarang rekap yang di tingkat PPS udah nggak ada lagi, sehingga misalkan satu kecamatan itu ada 10 desa misalnya dan setiap desa ada 10 TPS, berati ada 100 TPS. Itu nanti dari TPS langsung rekap di kecamatan kira-kira berapa? 100 TPS. Tapi berbeda kalau ada berjenjang di tingkat desa kelurahan, katakanlah kita pukul rata 10 desa kelurahan itu masing-masing 10 TPS, berarti kan rekapnya di tingkat rekapnya hasil di TPS di tingkat PPK itu enggak lagi 100, tinggal 10 aja karena yang direkap kan tingkat desa kelurahan," tambahnya.

Hasyim mengatakan berdasarkan riset Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kementerian Kesehatan, dan tim dari Universitas Gajah Mada (UGM) menghasilkan temuan mengapa Pemilu 2019 banyak anggota KPPS yang meninggal dunia. Hal itu disebabkan karena berbagai faktor.

"Satu anggota badan ad hoc terutama KPPS yang meninggal itu rata-rata di atas 50 tahun umurnya, yang kedua punya komorbid atau penyakit bawaan. Komirbid yang menonjol atau yang frekuensi kelihatannya itu tinggi yang pertama adalah jantung, yang kedua adalah diabetes, kemudian hipertensi atau tekanan darah tinggi. Ini yang jadi temuan, jadi peringkat tiga besar itu," ucapnya.

Dia juga menjelaskan situasi saat itu untuk menjadi anggota KPPS ada syarat sehat jasmani rohani. Tapi, kata dia, untuk mendapat pemeriksaan kesehatan itu menjadi beban pembiayaan para calon dan honor anggota KPPS kecil.

"Honornya Rp 550 ribu biaya pemeriksaan juga pasti lebih, kemungkinannya lebih lah dari angka itu. Dan kemudian fasilitas kesehatan untuk meriksa kayak begini tidak selalu di semua tempat tersedia. Ini yang jadi akhirnya di antaranya repot-repot sulit diatur bahwa untuk sehat itu cukup membuat surat pernyataan bahwa saya sehat, ini kan juga kurang pas," ujarnya.

Untuk pemilu ke depan, KPU akan merekrut calon anggota KPPS lebih baik lagi. Syarat batas maksimal usia dan pemeriksaan kesehatan akan betul-betul menjadi perhatian utama KPK.

"Oleh karena itu ya ke depan, sudah diadopsi hasil evaluasi Pemilu 2019 ke dalam pilkada 2020. Jadi pada waktu pilkada 2020 itu karena ada situasi pandemi COVID ya itu kita atur begini apa namanya anggota KPPS itu enggak boleh di atas 50 tahun, harus di bawah 50 tahun. Yang kedua sehat dalam arti minimal ya tidak kena komorbid yang 3 tadi itu hipertensi, diabet dan jantung. Nah ini yang kita praktekkan di pilkada 2020," katanya.

"Maka dengan cara pandang yang seperti itu maka pola rekrutmen KPPS nanti ngikutin model pilkada ya. Kemudian ditambah salah satu syarat lagi yaitu sudah pernah vaksin dua kali. Karena apa ya di antara jaminan bahwa seseorang itu ya boleh katakan daya tahan tubuhnya itu mulai bisa andal lah kata lain itu kan biasanya karena ada ada injeksi tertentu, dalam hal ini vaksin," pungkasnya.

Tonton video lengkapnya di sini.

(fas/imk)

Adblock test (Why?)

Baca Lagi Aje https://news.detik.com/berita/d-6190633/langkah-kpu-agar-pemilu-tak-lagi-menelan-korban

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Langkah KPU Agar Pemilu Tak Lagi Menelan Korban - detikNews"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.