Search

Sejumlah Politikus Tolak Pemilu Gunakan Sistem Proporsional Tertutup - Nasional Tempo

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua DPP Partai Golkar Dave Akbarshah Fikarno menanggapi pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari ihwal adanya kemungkinan Pemilihan Umum 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup. Menurut Dave, sistem proporsional terbuka masih yang terbaik bagi Indonesia.

Musababnya, kata dia, sistem proporsional terbuka memberikan kesempatan yang sama bagi semua calon legislatif. Di sisi lain, sistem ini mewajibkan caleg bekerja dan dekat dengan rakyat.

“Jangan sampai kewajiban ini hilang hanya karena keinginan elite parpol yang ingin mengontrol pergerakan bangsa,” kata Dave dalam keterangannya, Jumat, 30 Desember 2022.

Dave menyebut penggunaan sistem proporsional tertutup malah membawa kemunduran politik Indonesia. Sistem ini disebut Dave bakal memperkuat sistem oligarki dalam partai. Selain itu, partai juga punya power dominan untuk menentukan siapa yang mereka inginkan, alih-alih yang masyarakat inginkan.

“Sementara di Pemilu era demokrasi, ini yang harus diutamakan adalah hak suara rakyat, suara rakyat adalah suara Tuhan,”  ujarnya.

Adapun gugatan uji materiil soal sistem proporsional terbuka ini diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada akhir November lalu. Salah satu pemohon perkara adalah pengurus PDIP Demas Brian Wicaksono. Selain itu, pemohon juga terdiri atas anggota Partai NasDem Yuwono Pintadi dan empat warga sipil yakni Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.

Anggota Komisi Pemerintahan Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Guspardi Gaus menerangkan bahwa MK sudah menolak judicial review soal sistem proporsional tertutup. MK menilai penetapan anggota legislatif berdasarkan sistem proporsional tertutup bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat.

Putusan MK ini disebut Guspardi tidak bisa diubah mengingat sifatnya yang final dan mengikat. Artinya, kata dia, upaya hukum terhadap putusan MK ini tidak bisa diajukan. “Masa sih MK akan membatalkan keputusannya sendiri. Jangan sampai ada dugaan MK cenderung tidak netral,” kata Guspardi.

Dia menyebut sistem proporsional terbuka sudah sangat ideal dan teruji mengingat sistem ini sudah digunakan pada tiga kali Pemilu tanpa masalah. Senada dengan Dave, Guspardi menyebut penggunaan sistem proporsional tertutup malah memutar jarum ke belakang dan mengebiri hak rakyat memilih wakilnya di parlemen.

"Hak demokrasi rakyat memilih wakil mereka untuk duduk di parlemen seakan dirampas dan juga lari dari semangat reformasi,” kata dia.

Wakil Ketua Komisi Pemerintahan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Yanuar Prihatin menyebut perubahan sistem proporsional ke arah yang tertutup berdampak besar. Bukan hanya mengubah hal teknis, melainkan juga mempengaruhi suasana mental serta cara kampanye parpol.

“Secara teknis, proporsional tertutup memang lebih memudahkan KPU dalam mempersiapkan Pemilu, khususnya yang berkaitan dengan logistik Pemilu. Namun harga yang harus dibayar cukup mahal,” kata Yanuar.

Dia menjelaskan, perubahan sistem ke arah yang tertutup membuat konfigurasi internal pencalegan di masing-masing parpol akan berubah, proses pematangan dan kompetisi caleg jadi terhenti, serta perilaku politisi bakal lebih elitis. Selain itu, Yanuar menyebut hubungan caleg dan konstituen akan hancur berantakan.

“Lebih jauh, akan berdampak pada buruknya hubungan anggota legislatif terpilih dengan masyarakat di daerah pemilihannya,” ujarnya.

PDIP Ingin Proporsional Tertutup

Sebelumnya Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menilai sistem proporsional terbuka dalam Pemilu telah menciptakan liberalisasi politik. Ia menyebut sudah melakukan penelitian khusus ihwal kondisi liberalisasi politik yang mendorong partai politik menjadi partai elektoral. Dampaknya, kata dia, muncul kapitalisasi politik, oligarki politik, hingga persaingan bebas dengan segala cara.

Oleh sebab itu, Hasto menerangkan kongres ke-V PDIP memutuskan sistem Pemilu anggota legislatif dengan proporsional tertutup bisa diterapkan sesuai dengan perintah konstitusi. Dia menjelaskan, sistem ini akan mendorong proses kaderisasi parpol dan berdampak pada pencegahan berbagai bentuk liberalisasi politik.

“Selanjutnya juga memberikan insentif bagi meningkatkan kinerja di DPR, dan pada saat bersamaan karena ini adalah Pemilu serentak antara Pileg dan Pilpres, maka berbagai bentuk kecurangan bisa ditekan,” kata Hasto usai acara Refleksi Akhir Tahun 2022 DPP PDIP, Jumat, 30 Desember 2022.

Selain itu, dia melanjutkan, sistem proporsional tertutup bisa menekan biaya Pemilu mengingat kondisi perekonomian saat ini sedang menghadapi berbagai persoalan. Sehingga, PDIP berpandangan kiranya sistem ini bisa ditetapkan. “Tetapi, hal itu sekiranya jadi ranah dari DPR terkait hal tersebut,” ujarnya.

Baca: Kata PKS soal Usulan Pemilu dengan Sistem Proporsional Tertutup

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Adblock test (Why?)

Baca Lagi Aje https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMia2h0dHBzOi8vbmFzaW9uYWwudGVtcG8uY28vcmVhZC8xNjc0MzA3L3NlanVtbGFoLXBvbGl0aWt1cy10b2xhay1wZW1pbHUtZ3VuYWthbi1zaXN0ZW0tcHJvcG9yc2lvbmFsLXRlcnR1dHVw0gFqaHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC50ZW1wby5jby9hbXAvMTY3NDMwNy9zZWp1bWxhaC1wb2xpdGlrdXMtdG9sYWstcGVtaWx1LWd1bmFrYW4tc2lzdGVtLXByb3BvcnNpb25hbC10ZXJ0dXR1cA?oc=5

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Sejumlah Politikus Tolak Pemilu Gunakan Sistem Proporsional Tertutup - Nasional Tempo"

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.