Salah satu pihak yang mempertanyakan adalah Direktur Pusat Studi Konstitusi, Feri Amsari, saat ditemui Kantor Berita Politik RMOL di bilangan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (10/12).
Feri menjelaskan, penerbitan Perppu oleh pemerintah seyogyanya didasarkan pada tiga hal.
"Satu, karena kekosongan hukum; kedua, ada hukum tapi tidak menyelesaikan masalah; tiga, karena membutuhkan waktu yang cepat," ujar Feri.
Menurut Feri, jika dilihat dari tiga syarat dikeluarkannya Perppu itu, tidak tepat jika itu dikaitkan dengan 4 DOB di Papua. Sebabnya, dia memandang perihal pelaksanaan pemilu di sana seharusnya sudah diselesaikan dalam UU masing-masing DOB.
"Terutama di ketentuan peralihan, karena bisa bicara dengan banyak hal yang berkaitan dengan daerah baru di masa-masa peralihannya," tuturnya.
Sebagai contoh, dia menyebutkan salah satu daerah yang dimekarkan pemerintah tanpa mengikuti pelaksanaan pemilu. Yaitu pada tahun 2012 saat Kalimantan Utara (Kaltara) disahkan menjadi DOB.
Kaltara, dijelaskan Feri, baru mengkuti pemilu pada tahun 2019 sementara pada pemilu 2014 masih ikut daerah pemilihan Kalimantan Timur (Kaltim).
"Kaltara itu satu periode pemilu kosong begitu terbentuk (tahun 2012), karena dibutuhkan persiapan dapil dan semacamnya. Nah, mestinya DOB Papua tidak dipaksakan," tuturnya.
Maka dari itu, Feri melihat kebutuhan penerbitan Perppu dalam hal mengakomodasi legalitas pelaksanaan Pemilu 2024 di 4 DOB Papua, yakni Papua Selatan, Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Barat Daya, tidak memiliki kedaruratan.
Ditambah lagi, singgungnya, turut dimasukan dalam Perppu Pemilu perihal aturan penetapan nomor urut partai politik (parpol) yang nantinya akan ditetapkan sebagai calon peserta Pemilu 2024 pada 14 Desember 2022, yakni tidak lagi diundi bagi parpol parlemen yang lolos parliamentary threshold (PT) dan parpol yang sudah mengikuti pemilu sebelumnya yaitu Pemilu Serentak 2019.
"Jadi kalau dilihat kondisi kepemiluan dan DOB diperlukan Perppu, tapi sepertinya pemerintah sedang membangun jembatan untuk mengatur pemilu melalui Perppu. Perppu kan hanya butuh pemerintah kan. Nanti di periode sidang berikutnya baru disetujui atau tidak oleh DPR," cetusnya."Tapi kalau saya berprinsip enggak perlu lah Perppu kalau cuman ngatur begituan. Tapi kalau Perppu bicara soal ambang batas pencalonan presiden ada kondisi mendesaknya. Kalau ini kan tidak terasa kondisi mendesaknya. Apa yang mendesak?" tandas Feri.
Baca Lagi Aje https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMiiAFodHRwczovL3BvbGl0aWsucm1vbC5pZC9yZWFkLzIwMjIvMTIvMTAvNTU2NzExL2F0dXItcGVtaWx1LWRpLWRvYi1wYXB1YS1zZW1lc3RpbnlhLXRhay1wZXJsdS1wZXJwcHUtcGFrYXItYWRhLW1vdGlmLWxhaW4tZGFyaS1wZW1lcmludGFo0gEA?oc=5Bagikan Berita Ini
0 Response to "Atur Pemilu di DOB Papua Semestinya Tak Perlu Perppu, Pakar: Ada Motif Lain Dari Pemerintah? - RMOL"
Posting Komentar