JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Nurul Amalia Salabi mendeteksi politik uang kembali terjadi pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.
Nurul mengatakan hal itu berdasarkan temuan Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai temuan uang ilegal triliunan rupiah yang masuk ke Indonesia.
"Ada potensi 2024 akan terjadi politik uang lagi. Ada temuan dari PPATK bahwa ada uang ilegal triliunan rupiah masuk Indonesia," ujar Nurul saat dimintai konfirmasi, Senin (19/12/2022).
Nurul mengungkapkan, dari analisis PPATK, memang setiap jelang pemilu selalu ada antrean penukaran uang dalam jumlah besar.
Baca juga: Bawaslu: Politik Uang Lewat E-wallet Akan Masuk Indeks Kerawanan Pemilu 2024
Ia mengatakan, transaksi itu mengindikasikan bahwa politik uang sudah dipersiapkan jelang Pemilu 2024.
"Jadi, potensi politik uang di Pemilu 2024 sudah kelihatan," katanya.
Kemudian, Nurul menyinggung politik uang sebagai masalah pidana dan masalah etik.
Nurul lantas mengatakan bahwa politik uang tinggi diterima oleh masyarakat yang pendidikannya kurang baik.
"Meskipun ekonominya cukup baik, tetapi pendidikannya kurang baik, dia akan cenderung menerima uang dari kandidat atau partai," kata Nurul.
Baca juga: Mahfud Ragu Politik Uang Hilang pada 2024, Bawaslu Klaim Sudah Siapkan Langkah Strategis
Menurutnya, dengan banyaknya orang yang masih minim pendidikan politik, maka politik uang akan terus terjadi.
Nurul menilai korupsi politik bermula dari adanya praktik politik uang.
"Dan bahwa anggapan, 'pemimpin yang peduli pada rakyat adalah mereka yang suka ngasih uang dan barang', keliru," ujarnya.
Oleh karena itu, edukasi kepada masyarakat terkait politik uang yang kurang menjadi sebab pemilih masih menerimanya.
Nurul mengatakan, pemilih yang teredukasi dengan baik adalah salah satu prasyarat pemilu yang berkualitas.
Baca juga: Jokowi: Saya Sampaikan Apa Adanya, Politik Uang Masih Ada
Walau begitu, Nurul menyebut tidak semua orang yang menerima uang tersebut pasti memilih calon yang memberinya uang.
"Ketika pemilih sudah yakin untuk memilih kandidat atau partai C, dia menerima uang (dari partai lain), tapi tetap memilih sesuai hati nurani mereka," kata Nurul.
Sementara itu, Nurul mengingatkan bahwa politik uang masih terus terjadi lantaran penegakan hukum di Indonesia yang lemah.
Ia menyayangkan Polri yang sering menolak laporan perihal politik uang dari masyarakat.
'Politik uang ditindak oleh Gakkumdu (Bawaslu, Kepolisian, dan Kejaksaan). Proses di Gakkumdu ini, kalau kita lihat riset dari Sarah Siregar FISIP UI, kepolisian adalah pihak yang paling sering menolak untuk melanjutkan kasus yang dilaporkan oleh masyarakat, termasuk politik uang," ujarnya.
Baca juga: Bawaslu Akui Harus Kreatif Awasi Politik Uang lewat E-wallet
Untuk itu, Nurul berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa menginstruksikan kepada Polri untuk tegas menindak pelaku politik uang.
Dengan demikian, laporan masyarakat dan temuan Bawaslu terhadap politik uang bisa betul-betul ditindak.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan bahwa praktik politik uang dalam pemilu maupun pemilihan kepala daerah (pilkada) masih ada hingga saat ini.
Oleh karenanya, Jokowi meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) melibatkan masyarakat untuk mencegah politik uang.
"Kalau ada yang bilang enggak ada, saya tiap hari di lapangan. Saya pernah ikut pilkada, pemilihan wali kota dua kali, pemilihan gubernur dua kali karena dua ronde, pemilihan presiden dua kali. Jadi, kalau ada yang membantah tidak ada (politik uang), saya akan sampaikan apa adanya, (masih) ada," ujar Jokowi saat memberikan sambutan dalam Rapat Konsolidasi Nasional Bawaslu untuk Pemilu 2024 yang digelar di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu (17/12/2022).
Baca juga: Bawaslu Perbaiki Sistem untuk Tangani Laporan soal Politik Uang di Pemilu 2024
"Itu tugas Bawaslu. Aturannya sudah diperketat, tapi praktiknya tetap ada. Yang terkena sanksi juga sedikit. Ini nih ada gap. Libatkan masyarakat untuk memperkecil peluang terjadinya politik uang, karena jika dibiarkan berlama-lama, ini akan mengganggu demokrasi kita, demokrasi Indonesia," katanya lagi.
Jokowi menegaskan bahwa politik uang telah menjadi penyakit dalam setiap penyelenggaraan pemilu.
Menurutnya, partisipasi masyarakat salah satunya bisa dilakukan dengan memberikan pendidikan politik agar warga bisa membantu mengawasi praktik politik uang.
"Libatkan partisipasi masyarakat seluas-luasnya. Gencarkan pendidikan politik, literasi, dan partisipasi masyarakat untuk menjaga pemilu yang berintegritas, yang berkualitas," ujar Jokowi.
Baca juga: Serangan Fajar, Politik Uang Jelang Pemilu
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Baca Lagi Aje https://news.google.com/__i/rss/rd/articles/CBMiamh0dHBzOi8vbmFzaW9uYWwua29tcGFzLmNvbS9yZWFkLzIwMjIvMTIvMTkvMTM0NjM4NDEvcGVybHVkZW0tcG90ZW5zaS1wb2xpdGlrLXVhbmctZGktcGVtaWx1LTIwMjQtdGVybGloYXTSAW5odHRwczovL2FtcC5rb21wYXMuY29tL25hc2lvbmFsL3JlYWQvMjAyMi8xMi8xOS8xMzQ2Mzg0MS9wZXJsdWRlbS1wb3RlbnNpLXBvbGl0aWstdWFuZy1kaS1wZW1pbHUtMjAyNC10ZXJsaWhhdA?oc=5Bagikan Berita Ini
0 Response to "Perludem: Potensi Politik Uang di Pemilu 2024 Terlihat - Kompas.com - Nasional Kompas.com"
Posting Komentar