Biasanya, masa jabatan pejabat yang dipilih hanya berlangsung beberapa tahun. Jadi, pemilu ini berfungsi untuk menggantikan kursi yang kosong karena akhir masa jabatan.
Di Indonesia, saat pemilihan anggota DPR, agama terkadang dibawa ke ranah politik. Hal serupa juga terjadi di Negeri Paman Sam.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Dalam kesempatan briefing bersama dengan Washington Foreign Press Center, Medcom.id bertanya mengenai seberapa besar dampak politik berbasis agama terhadap pemilih khususnya anak muda.
Menjawab pertanyaan tersebut, Profesor David Campbell dari University of Notre Dame mengatakan, agama menjadi faktor penting dalam memahami pemilih dari pertengahan 1980-an hingga sekarang.
Baca juga: Jelang Pemilu Paruh Waktu, Perbandingan Suara Demokrat dan Republik Tetap Stabil
"Namun, sangat jelas terlihat sikap yang berbeda jika mencampur agama dan politik di kalangan anak muda Amerika. Maksud saya adalah, para pemuda Amerika, tidak suka ketika melihat agama dan politik bercampur menjadi satu," ucapnya.
Menurutnya, ketika mereka dihadapkan pada hak beragama, mereka kerap meninggalkannya. Hal tersebut berarti, kaum muda Amerika berhenti mengidentifikasikan diri dengan suatu agama karena tidak ingin dianggap sebagai orang yang religius.
"Karena, bagi mereka, menjadi orang yang religus, berarti Anda bagian dari hak beragama," lanjutnya.
Jadi, sambung dia, mencampurkan agama dan politik dalam kampanye di kalangan anak muda AS tidak akan berhasil. "Orang-orang ini akan menarik diri dari agama, dan mayoritas adalah kalangan anak muda," pungkasnya.
Baca Lagi Aje https://www.medcom.id/internasional/eropa-amerika/0k8aDd9K-jelang-pemilu-paruh-waktu-pemuda-as-tak-suka-campurkan-politik-dengan-agama
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Jelang Pemilu Paruh Waktu Pemuda AS Tak Suka Campurkan Politik dengan Agama - Medcom.Id"
Posting Komentar