JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat dinilai berhak menghukum partai-partai politik yang mengusung wacana penundaan pemilihan umum (pemilu) 2024 atau mendukung masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi 3 periode. Menurut peneliti Indikator Politik Indonesia Bawono Kumoro, hal itu patut dilakukan karena wacana itu dinilai mengancam praktik demokrasi yang berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945.
"Publik patut menghukum partai-partai yang melontarkan usul penundaan pemilu atau juga usul penambahan periode masa jabatan presiden," kata Bawono kepada Kompas.com, Jumat (4/3/2022).
Bawono mengatakan, isu penundaan pemilu atau penambahan periode masa jabatan presiden tidak bisa dianggap remeh. Walaupun, kata dia, di balik gagasan itu hanya sekadar menarik perhatian masyarakat atau mencari sensasi.
Baca juga: Rakyat Tak Boleh Lengah Kawal Penolakan Wacana Penundaan Pemilu
Selain itu, Bawono mengemukakan wacana yang dilontarkan Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golkar, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKN) berpotensi memberangus praktik demokrasi konstitusional di Indonesia.
Cara paling ampuh untuk memberi ganjaran kepada partai-partai politik pengusung wacana itu menurut Bawono adalah dengan menggalang dukungan masyarakat supaya tidak memilih parpol pengusung penundaan pemilu dan memperpanjang masa jabatan presiden menjadi 3 periode.
"Kelompok-kelompok sipil dari gerakan demokrasi dan pegiat pemilu dapat bisa membuat kampanye kepada publik untuk tidak memilih partai-partai politik pendukung penundaan pemilu dan perpanjangan dari periode masa jabatan presiden," ujar Bawono.
Baca juga: Ancaman Demokrasi Semu di Balik Wacana Penundaan Pemilu
Selain itu, kata Bawono, hukuman terhadap partai-partai itu juga bisa dilakukan oleh bakal-bakal calon presiden mendatang. Yaitu dengan menolak untuk bergabung dengan partai tersebut atau pun menolak untuk berpasangan dengan ketua-ketua umum partai-partai tersebut sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden
Para petinggi partai politik yang melontarkan gagasan penundaan pemilu adalah Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Alasan Muhaimin untuk penundaan pemilu adalah menurut analisis big data perbincangan di media sosial, dari 100 juta subjek akun, 60 persen di antaranya mendukung penundaan pemilu dan 40 persen menolak.
Sedangkan Airlangga beralasan menerima aspirasi dari kalangan petani di Kabupaten Siak, Riau, terkait wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Zulkifli mengatakan, alasan yang membuat PAN mendukung penundaan pemilu adalah situasi pandemi Covid-19, kondisi ekonomi yang belum stabil, hingga anggaran pemilu yang membengkak.
Baca juga: Soal Wacana Penundaan Pemilu, Azyumardi Azra Minta Elite Patuh Konstitusi dan Peka Situasi
Sedangkan Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dea Tunggaesti mengatakan, mereka menolak penundaan pemilihan umum 2024. Namun, dia menyatakan PSI mendukung supaya partai-partai di DPR mengupayakan amandemen UUD 1945 supaya masa jabatan presiden berubah maksimal menjadi tiga periode.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Baca Lagi Aje https://nasional.kompas.com/read/2022/03/04/15193811/masyarakat-bisa-hukum-parpol-pengusung-wacana-penundaan-pemiluBagikan Berita Ini
0 Response to "Masyarakat Bisa Hukum Parpol Pengusung Wacana Penundaan Pemilu - Kompas.com - Nasional Kompas.com"
Posting Komentar